Translate this page to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Belajar jualan Emas dan Uang

Tuesday, February 10, 2015

Kisruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015

Kisruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015 terus berlanjut. Kalau kemarin, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengaku telah menghilangkan anggaran siluman sebesar Rp 8,8 triliun dalam APBD DKI 2015.

DKI jakarta




Kini, giliran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI mengaku Pemprov DKI mencoba menyuap DPRD DKI dengan memberikan anggaran sebesar Rp 12 triliun untuk dimasukkan ke dalam APBD DKI 2015. Tujuannya, DPRD DKI mengegolkan APBD DKI 2015.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI, Bestari Barus mengatakan tujuan Pemprov DKI mencoba menyuap seluruh anggota dewan yang berjumlah 106 anggota, supaya program pembangunan yang telah disusun semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI tidak diutak-atik atau diubah.

“Dalam pembahasan anggaran di tingkat komisi, kita membahasnya hingga ke satuan tiga atau lebih mendetail dan rinci. Nah supaya, program anggaran tersebut disetujui dan tidak banyak yang dihilangkan atau dicoret, maka Pemprov DKI melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyogok kami dengan memberikan anggaran sebesar Rp 12 triliun,” kata Bestari di gedung DPRD DKI, Jakarta, Senin (9/2).

Anggaran sebesar itu, lanjutnya, bebas digunakan DPRD DKI untuk mengusulkan program pokok pikiran (pokir) anggota dewan. Beberapa usulan program yang diusulkan dalam anggaran sebesar Rp 12 triliun adalah pembelian tanah tanpa menyebutkan lokasi yang jelas serta pembelian banyak alat berat seperti eskavator.

“Tentu kami menolak sogokan itu. Bagi kami, kepentingan Jakarta bukan soal membeli lahan dan eskavator saja. Banyak persoalan lain. Kalau terima sogokan itu, sama saja menyerahkan kami semua ke LP Cipinang (penjara). Selain itu ini di luar pembahasan,” ungkap Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPRD DKI ini.

Dia menuding TAPD DKI yang diketuai Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah tak mungkin melakukan praktik penyuapan tanpa disetujui dan ada tekanan dari pimpinannya. Dengan kata lain, Bestari yakin, penyuapan yang dilakukan TAPD itu mendapat persetujuan dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

“Tak mungkin ini dilakukan tanpa ada paksaan dari pimpinannya,” ujar Bestari.

Pengakuan ini dilontarkan Bestari untuk menanggapi tuduhan Basuki mengenai anggaran siluman yang dimasukkan DPRD senilai Rp 8,8 triliun. Puncak kekesalan DPRD ketika Pemprov DKI menyerahkan dokumen APBD ke Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) yang tak sesuai dengan kesepakatan bersama.

“Setelah kami cek ternyata isinya kegiatannya bukan hasil pembahasan di Dewan," ungkapnya.

Misal, Barus mencontohkan, eksekutif dan legislatif sepakat menganggarkan sejumlah dana untuk pembelian pesawat Lion Air. Namun, kegiatan yang diserahkan ke Kementerian ternyata: pembelian pesawat Silk Air dengan jumlah anggaran sama. "Anggarannya sama tapi kontennya beda," tukasnya.

Karena melihat konten APBD DKI 2015 berbeda, maka DPRD DKI segera mengirimkan surat kepada Kemdagri pada pekan lalu. Isi suratnya menyatakan APBD DKI 2015 yang dikirim Pemprov DKI adalah ilegal.

Anggota Banggar DPRD, Fahmi Zulfikar menegaskan tuduhan yang dinyatakan Basuki mengenai anggaran siluman Rp8,8 triliun adalah tidak benar. Tidak ada bukti otentik sama sekali yang dapat membuktikan DPRD DKI mengalokasikan anggaran siluman.
“Tidak ada dana siluman Rp 8,8 triliun. Coba, sampai sekarang, Ahok (Basuki) tidak bisa menunjukkan bukti otentiknya. Mana?” tegasnya.

Justru yang melakukan praktik tindak pidana korupsi adalah Basuki sendiri. Yaitu mencoba menyogok bukan dalam bentuk uang, namun dalam bentuk kegiatan sebesar Rp 12 triliun. Kegiatan yang diberikan oleh TAPD masih dalam kegiatan gelondongan. "Kami disuruh isi sendiri," ujarnya.

Setelah ditelisik, paparnya, ternyata sebagian besar kegiatan telah dimasukkan ke dalam e-budgeting yang tidak bisa diutak-atik lagi. Kegiatan tersebut dimasukkan ke dalam sistem jauh sebelum pembahasan di Banggar. Padahal, menurut dia, seharusnya kegiatan baru dimasukkan ke dalam e-budgeting setelah mendapat koreksi dari Kementerian Dalam Negeri. Ia mafhum kenapa TAPD berani menyuap sampai Rp 12 triliun.

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih Atas Komen nya ya Boss smoga bermanfaat..

God Bless You