PRINCES INSURANCE WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Manfaat Asuransi Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES CELEBRITY WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Artis Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES HISTORY TOUR AND TRAVEL

Informasi Terpanas Tentang Perjalanan Wisata Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES LOVE GOD

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Rohani Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES ADVERTISING

Kesempatan Buat Anda yang ingin Memajukan Bisnis dengan Pasang Iklan Secara Gratis dan Dibaca diseluruh Dunia *** Read More ***

Translate this page to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Belajar jualan Emas dan Uang

Showing posts with label Jaman Presiden Suharto. Show all posts
Showing posts with label Jaman Presiden Suharto. Show all posts

Wednesday, December 7, 2016

Jaman Suharto Pengedit Video Penistaan Agama Gak di Hukum Apakah Sekarang Juga Sama???

Di era Soeharto, dalam sebuah acara di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Permadi mengatakan, undang-undang dasar memungkinkan presiden menjadi diktator secara konstitusional. “Soekarno diktator, Soeharto diktator. Di tengah diskusi itu, Permadi masih ingat betul, ada seorang peserta diskusi menyatakan sepakat dengan pernyataannya tentang diktator. “Rafly Harun, yang sekarang profesor tata negara, dulu masih mahasiswa. Dia bilang bahwa hanya ada satu diktator di dunia ini yang baik, yakni Nabi Muhammad. Karena bukan untuk kepentingan pribadi dan golongannya tapi untuk umatnya. Saya pun langsung bilang, saya sependapat dengan anda, Nabi Muhammad adalah diktator yang baik seperti yang anda katakan,” kenang Permadi.

Permadi melanjutkan, acara diskusi itu ternyata direkam oleh sekretariat UGM. Kemudian dibagi-bagi. "Saya pun mendapatkan satu yang asli. Namun rekaman itu jatuh ke tangan Harmoko.Kemudian rekaman dipotong-potong, ucapan Rafly Harun tidak ada, yang ada hanya jawaban saya, Nabi Muhammad Diktator. Disebar luaskan ke umat Islam. Langsung ribuan umat Islam datang ke Kejaksaan Agung, lalu datang ke rumah saya sambil membawa poster, tangkap Permadi, gantung Permadi. darah Permadi halal. Saya langsung ditangkap dan dipenjara,” katanya.

Memasuki persidangan, Permadi membawa rekaman utuh kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta. “Hakim heran. Dia tahu karena ini rekayasa,”. Di persidangan, majelis hakim memvonis Permadi dengan hukuman tujuh bulan penjara. Namun entah bagaimana rekaman asli itu sampai ke tangan Presiden. Pak Harto marah dan malu karena Permadi di perlakukan tidak adil. Semua karena ulah Harmoko, Faisal Tanjung dan Din Samsudin yang sehingga menjadikan dirinya terpidana dengan memotong motong rekaman asli ( https://www.youtube.com/watch?v=qrUBmPphAMc). Akhirnya Pak Harto memerintahkan agar Permadi di bebaskan dari penjara. Dia hanya menjalani hukuman 1 bulan tanpa proses banding atau pembelaan secara hukum. Tapi tidak ada yang bisa membantah bahwa Permadi telah di perlakukan tidak adil selama proses peradilan terhadap dirinya.

Andaikan kasus Permadi itu di zaman Jokowi, Permadi tidak akan di penjara dengan tuduhan yang belum terbukti bersalah itu. Tapi di era Soeharto itu biasa saja. Andaikan kasus Permadi itu di era Jokowi, dia akan di bebaskan oleh Hakim karena bukti yang dia berikan tidak sama dengan bukti yang di jadikan jaksa sebagai dasar menuntutnya. Tapi di era Soeharto, itu biasa saja. Andaikan kasus Permadi itu di zaman Jokowi, maka Harmoko , Faisal Tanjung, Din Samsudin akan jadi tersangka karena bukti yang di laporkan tidak sama dengan aslinya. Tapi di era Soeharto, itu biasa saja.

Ahok bukanlah Permadi walau kasusnya tidak jauh beda dengan Permadi dimana di nyatakan bersalah karena sebuah " kata kata", dan Ahok bersyukur hidup di era reformasi, khususnya di kepemimpinan Jokowi di mana supremasi hukum diatas segala galanya, sehingga tidak harus di tahan sampai dia benar benar terbukti bersalah oleh keputusan Hakim. Jokowi bersikukuh memastikan supremasi hukum di tegakan agar tidak boleh ada lagi orang di penjara karena di rekayasa oleh sekelompok orang atas dasar suka tidak suka. Karena lewat supremasi hukum itulah semua warga negara yang plural ini bisa hidup nyaman dan punya harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Sunday, January 31, 2016

Sakit Hati Mahasiswa Yang Disekolahkan Sukarno lalu Dicabut Identitasnya Oleh Suharto

Kisah para eksil 1965: Mereka yang ‘dibui tanpa jeruji’

Princes.in - Ratusan warga Indonesia terpaksa hidup “mengembara” dari satu negara ke negara lain setelah paspor mereka dicabut menyusul Peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Tidak ada angka yang jelas berapa jumlah warga Indonesia yang tidak bisa kembali. Namun pada awal 1960an, ribuan orang dikirim ke luar negeri oleh Presiden Soekarno saat itu untuk melanjutkan pendidikan, sebagai utusan Indonesia dalam organisasi ataupun sebagai diplomat, menurut sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI, Asvi Warman Adam.

Asvi mengatakan banyak di antara warga Indonesia ini yang “mengembara” dari satu negara ke negara lain setelah paspor mereka dicabut karena “dibayangi ketakutan bahwa mereka akan dipulangkan dan di Indonesia akan ditangkap.”

Sejarawan Bonnie Triyana menyebut mereka sebagai “eksil-eksil yang dibui tanpa jeruji karena sama seperti korban di Indonesia, tak bisa melakukan sesuatu sebebas manusia lainnya.”
“Berdasarkan riset saya yang terjadi pada 1965-1966 dan juga 1969, urusan ideologi tak lagi relevan, siapapun yang dianggap bahaya bagi kemunculan Orde Baru dihabisin, apakah dia nasionalis, komunis ataupun kalangan agama,” kata Bonnie, Pemimpin Redaksi Majalah Historia.
Inilah pengalaman sejumlah di antara mereka – yang berusia 70an dan 80an dan saat ini tinggal di Belanda.

Ibrahim Isa, ‘Sakitnya dicabut identitas
Peristiwa 65

“Yang pertama itu adalah penderitaan dari segi harga diri. Ketika paspor saya dicabut dan identitas saya dicabut, seolah nyawa saya sendiri yang dicabut. Sakit sekali.”
“Sejak umur 15 tahun saya terlibat dalam Badan Keamanan Rakyat yang kemudian menjadi Tentara Rakyat. Saya ikut berjuang (melawan penjajahan Belanda). Hidup saya untuk Indonesia. Saya juga pernah jadi guru untuk mendidik, tetapi mengapa sampai begini?”
“Namun kami tak boleh tinggal pada penderitaan. Saya dan banyak teman saya tak ada perasaan balas dendam. Kami sepenuhnya realis. Yang penting bersama-sama menghadapi. Sejak jatuhnya Suharto, ada kemajuan (dari sisi penegakan hak asasi manusia). Saya punya keyakinan, kemajuan akan terus terjadi.”
Ibrahim Isa bertugas mewakili Indonesia pada akhir 1960 dalam Organisasi Kesetiakawanan Asia Afrika yang berkantor di Kairo, Mesir, bersama perwakilan dari delapan negara lain.

Isa sempat kembali ke Jakarta dua minggu setelah Peristiwa G30 September meletus untuk menghadiri Konferensi Anti Pangkalan Militer Asing pada 17 Oktober 1965.
Paspornya dicabut setelah mengikuti Konferensi Trikontinental Asia Afika dan Amerika Latin pada 1966.

“Dari Indonesia tak ada yang datang, karena ada perubahan besar dan kami diminta datang (oleh Organisasi Konperensi Kesetiawakanan Asia Afrika) bersama beberapa teman Tiba-tiba ada orang Indonesia yang datang dan saya katakan kepada panitia bahwa yang datang adalah militer.”
“Ini membuat Jakarta marah, Ibrahim Isa disebut Gestapu dan pengkhianat bangsa.”
Dari Kuba, Isa mendapatkan tawaran untuk bekerja di lembaga riset Asia Afrika di Beijing, Cina dan tinggal di sana selama 20 tahun sampai 1986 sebelum akhirnya menetap di Belanda.

Chalik Hamid, ‘Kuburan kami ada di mana-mana’
Peristiwa 65

Chalik berada di Tirana, Albania, untuk mempelajari kesusasteraan negara itu saat terjadi Peristiwa 30 September 1965.

“Kami tak tahu peristiwa itu. Di Albania sedikit sekali informasi dari luar baik dari radio dan koran sangat terbatas.” kata Chalik yang pernah menjadi anggota Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia dan ketua Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi kebudayaan sayap kiri di Medan.
“Waktu itu kami 10 orang Indonesia dan rombongan kedua 15 orang…Semua paspor kami dicabut oleh petugas KBRI yang datang dari Cekoslowakia (waktu itu) karena kedutaan Indonesia di Albania dirangkap di sana.”

“Selama 25 tahun kami tinggal di Albania. Kami tidak punya paspor dan hanya dikasih izin tinggal. Di Tirana pun kami tidak boleh meninggalkan kota sejauh 50 kilometer. Jadi kami tak pernah keluar dari Albania selama 25 tahun.”
“Saya bekerja sebagai penerjemah di Radio Tirana bahasa Indonesia dan selain radio saya harus kerja di pabrik besi yang produksi alat traktor.”
“(Selama di Albania), saya tak melihat ibu saya meninggal, kemudian ayah saya dan abang saya. Bukan hanya itu, saya dengar abang saya dicincang dan setelah dikubur karena mereka belum yakin (identitasnya), kemudian digali lagi dan ditinggalkan begitu saja tanpa dikubur lagi. Itu menjadi pikiran saya. Tapi mau bagaimana lagi.”

“Saya banyak menulis puisi yang saya tulis pada dasarnya menentang rezim Orde Baru, di antaranya berjudul Kuburan Kami ada Di mana-mana.”
“Kuburan kami ada di mana-mana, kuburan kami berserakan di mana-mana, di berbagai negeri, berbagai benua. Kami adalah orang orang Indonesia yang dicampakkan dari Indonesia, paspor kami dirampas sang penguasa, tak boleh pulang ke halaman tercinta. Kami terus didiskriminasi dan dicampakkan,” Chalik menyampaikan salah satu puisi yang ia tulis.
Saat terjadi kekacauan di Eropa Timur pada awal 1990an, Chalik pindah ke Belanda dan menetap di sana sampai sekarang.

Sungkono: Dari Moskow, menjajaki ‘pulang’ lewat Cina, Vietnam dan Thailand
Peristiwa 65

“Pada September 1965 saya berada di Moskow sedang belajar teknik mesin dan dikirim oleh Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan sejak tahun 1962.”
“Pada 1966, kedutaan Indonesia di Moskow mengumpulkan mahasiswa Indonesia untuk di-screening dengan berbagai pertanyaan antara lain bagaimana sikap kami terhadap Peristiwa 1965. Saya jawab saya tidak tahu menahu karena saya di luar negeri.”

“Pada Juni 1966, mulai ada jawaban terhadap mahasiswa yang discreening. Yang dicabut paspornya secara kolektif, dibilang disangsikan kesetiaannya terhadap pemerintah Indonesia.”
“(Walau paspor dicabut), Saya tetap belajar sampai tamat. Pemerintah Uni Soviet saat itu memberi kesempatan sampai selesai tahun 1967, dan sempat ditawarkan untuk bekerja dan tinggal di sana.”
“Setelah lulus, keinginan kontak keluarga semakin mendalam. Kami berusaha ke Asia dan memilih Tiongkok…Saya kemudian pernah ke Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand untuk menjajaki pulang. Tapi tak berhasil.”
“Akhirnya tahun 1981 meninggalkan Tiongkok ke Belanda (sampai sekarang), dan pada 1987, kami mendirikan Perhimpunan Persaudaraan Indonesia untuk memelihara hubungan kekeluargaan kami yang berada di luar negeri, khususnya di Belanda.”

Sarmadji, “mengubah kesedihan menjadi kekuatan”
Peristiwa 65

“Saat terjadi Peristiwa 1965, saya tengah sekolah di Tiongkok dan saya tidak tahu menahu apa yang terjadi.”
Sarmadji mengumpulkan sekitar 3.000 buku, sebagian besar tentang apa yang terjadi pada 1965 dan 1966 dan membuka perpustakaan di rumahnya yang dibuka untuk umum.

“Perpustakaan ini adalah monumen peringatan bagi mereka yang dicabut paspornya secara paksa dan meninggal di luar negeri. Jumlahnya yang sudah meninggal sekitar 130 orang dari Tiongkok sampai Eropa Barat.”
“Saya mengumpulkan (buku-buku) ini untuk mengubah kesedihan menjadi kekuatan. Berangsur-angsur kekuatan saya bertambah dan kesedihan saya berkurang,” kata Sarmadji.

Pengakuan apa yang terjadi
Peristiwa 65

Baik Isa, Sungkono, Chalik dan Sarmadji berharap salah satu hal yang akan dilakukan pemerintah adalah pengakuan atas apa yang terjadi pada 1965 dan 1966.
“Yang pertama akui apa yang terjadi, seperti yang sudah diakui oleh Komnas, dan yang penting juga adalah rehabilitasi nama baik dan hak hak politik dari warga negara yang direnggut hak-haknya,” kata Isa.

Pada 2012 lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan terjadi pelanggaran HAM berat pada 1965-1966. “Sebagai utang sejarah masa lalu negeri ini, penyelesaian (pelanggaran HAM berat) dapat ditempuh melalui mekanisme rekonsiliasi,” kata Profesor Hafid Abbas, anggota Komnas HAM Namun sampai dengan Detik Ini Tahun 2016 Belum Juga Tuntas masalah ini.

“Idealnya mekanisme penyelesaian kasus semestinya diatur dalam suatu undang-undang. Sayang sekali UU KKR telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006. Masih belum terlambat pada periode kabinet Presiden Joko Widodo, rekonsiliasi diselesaikan dengan menyiapkan UU KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) yang memerlukan dukungan politik presiden,” kata Hafid kepada BBC Indonesia.

Sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam, yang menyebut para eksil sebagai “orang-orang Indonesia yang teraniaya”, mengatakan kasus masa lalu ini harus dipilah-pilah karena menyangkut berbagai hal.
“Misalnya untuk para eksil adalah soal pencabutan paspor, yang perlu dijadikan satu kasus, dan kemudian kasus lain seperti diskriminasi anak korban yang tak boleh jadi pegawai negeri dan tentara pada 1981 dan sebagainya,” kata Asvi.

Monday, December 28, 2015

Kekejaman Suharto

Princes.in - Melansir sebuah tulisan tentang Rezim orde baru lahir setelah kudeta yang dilakukan oleh Soeharto terhadap Bung Karno. Sebuah surat yang dikenal Surat Perintah 11 Maret yang dikenal Supersemar dijadikan Soeharto sebagai pengambil alihan kekuasaan dari tangan sang proklamator. Padahal surat perintah itu tidak hanya sebagai surat perintah biasa yang diberikan seorang panglima tertinggi (Presiden) kepada seorang Parjurit TNI.

Namun tidak demikian hal nya dengan Soeharto, ia menjadikan supersemar itu sebagai jalan emas untuk menurunkan Soekarno. Sejak saat itulah, Indonesia menjadi neraka. Neraka bagi orang-orang kritis yang berani melawan penguasa. Untuk melanggengkan kekuasaannya, rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto membungkam lawan politik dengan segala cara. Salah satunya melalui penangkapan dan penculikan yang berakhir di tempat-tempat penyiksaan. Jadilah di tanah air berserakan tempat penyiksaan yang menimbulkan ketakutan massal dan trauma panjang.

Kekejaman Suharto
Tempat-tempat penyiksaan itu menjadi saksi sejarah kejahatan terhadap kemanusiaan rezim Soeharto yang begitu meluas dengan ribuan orang menjadi korban. Soeharto dan Orde Baru dikenal sebagai rezim yang kejam melalui pembunuhan, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, serta berbagai perbuatan tak berperikemanusiaan. Semua itu dijalankan untuk mempertahankan tahta selama 32 tahun.

Salah satu saksi bisu sejarah kelam rezim Soeharto adalah tempat-tempat penyiksaan yang jumlahnya mencapai ribuan. Ratusan ribu orang pernah merasakan kekejaman tempat-tempat penyiksaan tersebut. Di Jakarta saja terdapat ratusan tempat penyiksaan. Setelah rezim itu tidak berkuasa lagi, kini banyak bekas tempat penyiksaan yang beralih fungsi. Ada yang dibiarkan kosong. Ada pula yang masih digunakan sebagai markas militer.

Banyak orang yang mengalami penyiksaan di tempat-tempat angker itu bertutur betapa keji penyiksaan saat rezim Soeharto berkuasa. Contohnya kisah penyiksaan di Kalong, Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Di markas Operasi Khusus (Opsus) ini ada seorang perempuan yang digantung dengan kepala di bawah dan bulu kemaluan dibakar. Banyak pula korban yang disetrum listrik, disundut rokok, serta beragam kisah mengerikan.

Tempat penyiksaan yang paling terkenal di ibu kota negara adalah Gang Buntu, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Banyak tokoh oposisi Orde Baru pernah merasakan pedihnya disiksa di tempat ini. AM Fatwa, misalnya. Tokoh Islam radikal ini dua kali “dibon” di Gang Buntu.

Tempat yang juga menyeramkan adalah markas Polisi Militer di Guntur, Menteng Dalam, Jakarta Pusat. Di tempat yang sampai sekarang masih digunakan sebagai markas Polisi Militer ini banyak “musuh” Soeharto, terutama tahanan peristiwa 1965, pernah mengalami penyiksaan keji.

Tempat lain yang tak kalah seram adalah bekas kantor Lembaga Sandi Negara di Jalan Latuharhary. Banyak orang yang disiksa di bunker di kantor ini. Kini gedung ini digunakan sebagai kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sampai sekarang banyak satpam di kantor ini mengku melihat “penampakan” korban-korban penyiksaan. Bunker di gedung itu baru dibongkar pada tahun 2006 saat kantor Komnas HAM ini direnovasi.

Dari semua tempat tersebut, tempat penyiksaan yang paling seram adalah Kremlin. Kremlin singkatan dari Kramat Lima, kantor Opsus di Jalan Kramat Lima, Jakarta Pusat. Tidak sedikit aktivis yang pernah mencicipi kekejaman di tempat tersebut.

Ditengah-tengah kekejaman ini, lahirnya seorang prajurit TNI yang diberi nama Prabowo Subianto. Disaat rakyat Indonesia dibungkam dengan segala tindakan keji Soeharto dari Sabang sampai Merauke, disaat Demokrasi dirampok dari tangan rakyat, Parbowo justeru sebaliknya ia menikamti glamornya Ring-1 Soeharto. Tak cukup disitu, Prabowo pun menikah dengan Siti Hediati Hariyadi atau yang akrab disapa dengan Titiek Soeharto  yang merupakan Putri  keempat Soeharto pada tanggal Mei 1983.

Keglamoran keluarga Cendana pada saat itu memang sudah terkenal gaya hidup mewah bertolakbelakang dengan masyarakat dikampung-kampung. Majalah Time pernah menurunkan laporan kekayaan keluarga Cendana dengan judul Suharto Inc yang berujung ke meja hijau. Disebutkan Titiek adalah penyuka merek kelas tinggi seperti Hary Winston,Bulgari, dan Cartier. Titiek juga dikenal sebagai pengagum para bintang film. Ketika Steven Seagal ke Bali dalam rangka peresmian Planet Hollywood pada 1994 lalu, misalnya, Titiek dikabarkan berdansa dengan bintang laga itu.

Kembali ke sosok Prabowo Subianto. Pria yang lahir 17 Oktober 1951 ini terbilang sangat mulus tentu dengan memakai kebesaran sang penguasa rezim orde baru, sang mertuanya Soeharto.

Seorang pengamat militer, Al-Araf mengatakan kenaikan pangkat Prabowo Subianto yang begitu cepat didasari oleh praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) “, dia naik pangkat tiga kali dalam 1,5 tahu saat masih di TNI. Nepotismenya kuat sekali,” ujarnya.

PERTANYAANNYA : Apakah Sosok yang berada dilingkaran dekat Soeharto bahkan memiliki hubungan emosional dengan rezim layak memimpin bangsa ini. Apakah Kekejaman era Soeharto ini bisa dimaafkan begitu saja demi memberikan kesempatan kepada seorang pria yang menikmati kehidupannya disaat rakyat kehilangan nafas dalam bersuara??

Nasib baik tidak selalu berpihak kepada Prabowo Subianto, kenikmatan yang diterimanya bersama Rezim dicabut oleh Tuhan. Sebelum Kejatuhan Soeharto yang saat itu berada di luar negeri, Indonesia dibangkitakan dengan perlawanan. Namun, pengamanan yang ada justeru melakukan langkah-langkah pelanggaran Hak Azasi Manusia. Singkat kata, kerusuhan terjadi dan kematian dimana-mana di Kota Jakarta.

Disaat terjadi huru-hara, aksi penculikan 1998 terjadi.  Tudingan pun langsung dialamatkan ke Prabowo Subianto yang saat itu menjadi orang yang paling penting dalam pengamanan Kota Jakarta.  Keterlibatan Prabowo Subianto tidak bisa terbantahkan lagi, Prabowo langsung dipecat dari jabatannya saat itu  Pangkostrad. Tak hanya itu, berdasarkan rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Prabowo akhirnya dipecat dari dinas ketentaraan karena terlibat penculikan sejumlah aktivis. Sementara itu Mayjen Muchdi Pr dan Kolonel Chaerawan dibebaskan dari semua tugas dan jabatan struktural di ABRI.

Tuduhan ini makin melekat karena Prabowo pun tak hadir dalam sidang penculikan itu. Komnas HAM sendiri menjelaskan dari perspektif hukum HAM nasional dan internasional, Prabowo adalah seorang yang saat ini masih sebagai saksi pelaku yang pernah dipanggil Komnas HAM, tetapi mangkir dan tidak taat hukum dan tidak menghargai lembaga negara dan saat ini dalam proses peradilan (on process) dan berkasnya ada di kejaksaan.

Dengan status seperti itu, jelas bahwa Prabowo bisa ditangkap dan diadili di mana saja hanya berdasarkan laporan pelanggaran HAM berat dari Komnas HAM. Alasanya pun sudah jelas Prabowo Subianto merupakan seorang yang diduga turut bertanggung jawab sebagai bagian dari pertanggungjawaban komando sesuai Pasal 42 UU Nomor 26 Tahun 2000 (tentang pengadilan hak asasi manusia), Prabowo bisa ditangkap dan diadili di negara mana pun di dunia hanya berdasarkan pada laporan penyelidikan pelanggaran HAM berat Komnas HAM terkait  kasus penculikan atau penghilangan paksa.

Oleh karena tindakan penculikan dikenakan perinsip hostis humanis generis (musuh umat manusia), maka yang bersangkutan tidak bisa terlindungi di negara mana pun (no save heaven) sehingga terduga bisa ditangkap dan diadili di negara mana pun di dunia.

Sayang, Hingga kini Prabowo Subianto masing menghirup udara bebas bahkan tragisnya lagi Prabowo Subianto malah mencalonkan diri sebagai Calon Presiden RI.

16 Tahun berlalu, Kasus penculikan ini masih misteri, tak ada kehendak Prabowo menjelaskan kasus penculikan. Jangankan untuk rekonsiliasi dengan para keluarga korban. Melakukan jumpa pers untuk menjelaskan duduk perkara itu pun tidak dilakukannya padahal kesempatan waktu yang begitu lama sudah diberikan Tuhan untuk menjelaskannya. Sayang, iapun Bungkam!

Terlibat dalam rezim orde baru, begitu dekat dengan pelaku-pelaku rezim orde baru, menjadi bagian yang tidak dipisahkan dalam diri seorang Prabowo Subianto. Kini,seorang Prabowo ikut menjadi capres 2014. Padahal dampak yang begitu massif diakibatkan oleh rezim orde baru belumlah terobati dan terbalaskan, ia melenggok menjadi sosok yang begitu didewakan kroni-kroninya.

9 Juli 2014 dimana rakyat Indonesia menjadi tonggak sejarah bangsa ini untuk memilih presidennya. Sebelum waktu habis untuk memikirkan pilihan, kita harus matang menentukan pilihan. Seribu pertanyaan mungkin terlalu banyak buat kita untuk dijawab tapi beberapa prtanyaan ini mampu mewakili ribuan pertanyaan itu.

Apakah kita akan membiarkan republik ini dipimpin kembali oleh orang yang telah ikut berpartisipasi dalam kekejaman rezim orde baru, apakah kita akan memberikan kedaulatan kita kepada orang yang menikmati segala kebebasan dan jabatan saat rezim orde baru masih tangguh dan disaat yang sama rakyat disiksa bahkan diadili karena berbeda paham dalam politik, disaat yang sama orang kritis disiksa bahkan hingga kini tidak tahu kuburannya dimana?

Dengarkan cerita-cerita orang tua kita dahulu, dengarkan mereka yang hidup dalam ketakutan dan ketidakbebasan. Kita masih ingat berjam-jam kita harus didikte Soeharto saat kita nonton televise. Rakyat Dibuai dan Soeharto bebas melakukan apapun termasuk KKN. Sejarah adalah hal yang tidak bisa diubah dan dibeli. Langkah yang bijak jika kita belajar dari sejarah sebelum menentukan pilihan

Jangan melihat sosok Prabowo Sekarang,jangan terbuai dengan pidatonya yang berapi-api! Dengarkan kata hati, PRABOWO SUBIANTO tidak dipisahkan dari Soeharto yang biadab memperlakukan rakyat INDONESIA!

Setelah Pemilu 2014, Prabowo tidak terpilih maka dengan berbagai cara bersama koalisinya tidak bisa menerima kekalahan, bahkan pendukungnya sampai detik ini juga masih banyak yang gak bisa menerima kekalahan... Para Pendukung Prabowo adalah Sebagian Besar para mafia dijaman Suharto, mereka mendukung Prabowo agar aman dengan apa yang telah dilakukan pada Jaman Orde Baru..

Setelah Pemilu 2014, maka Jokowi langsung Babat Habis para Mafia yang pernah merajalela di jaman Orde Baru.. Kasus Lapindo, Kasus Migas, Bahkan yang masih hangat Kasus Novanto ( papa minta saham) sampai kasus pencurian ikan, bahkan kasus Yayasan Supersemar milik keluarga Suharto yang dijaman Presiden SBY sempat terhenti kini sudah diselesaikan oleh Jaksa Agung Jokowi dan Aset yayasan disita Negara dan masih banyak lagi, Korupsi dibabat habis dijaman Presiden JOKOWI..  lagi lagi para Pendukung PRABOWO selalu melemahkan setiap apa yang dilakukan JOKOWI, namun Alam begitu adil, setelah JOKOWI PRESIDEN maka sedikit demi sedikit PRABOWO seperti hilang lenyap dari berbagai MEdia, karena Prabowo sadar gak mungkin menunggu 10 tahun lagi untuk menjadi Presiden...

Bercerminlah dan mulailah Berpikir apa yang akan kita berikan pada Negara, bukan malah berpikir apa yang akan diberikan negara pada kita..

Tujuh Hari Kematian Soeharto

Princes.in - keluarga mendiang mantan Presiden Soeharto membagi-bagikan paket sembako di sejumlah tempat seperti Ndalem Kalitan, Astana Giribangun Karanganyar, Momumen Tien Soeharto dan rumah dinas Bupati Wonogiri, Sabtu (2/2). Sebanyak 3.000 paket sembako dibagikan kepada warga yang ikut membantu keluarga dengan mengikuti tahlilan hingga tujuh hari kematian Soeharto", menurut Tempo Interaktif Solo, 2 Pebruari 08.

"Oh, alangkah bagusnya. Alangkah indah dan mulia hatinya, "memberi makan" rakyat miskin yang memang hidup serba kekurangan, melarat dan kelaparan", selintas tentu kita akan berpikir begitu. Namun, tunggu dulu! Menurut pembantu Rumah Tangga Kalitan, Edy Woro Seyanto paket sembako yang masing-masing bernilai Rp 75 ribu itu dibagikan kepada warga yang ikut membantu keluarga dengan mengikuti tahlilan hingga tujuh hari kematian Soeharto.
Tujuh Hari Kematian Soeharto

Ohh.., rupanya, ini adalah "upah"! Upah karena ikut tahlilan hingga tujuh hari kematian Soeharto. Jadi bukannya memberi gratis kepada rakyat miskin!

Namun, menurut berita my RMnews Solo, "pembagian sembako di rumah keluarga Soeharto itu, diwarnai kericuhan, sebab, "rakyat" yang dibiarkan menunggu, antre berjam-jam, walapun mereka memegang girik (kupon) tidak dibenarkan masuk bahkan pintu gerbang ditutup oleh Petugas Keamanan Dalem Kalitan". Dan istimewanya, "Warga yang mendapat sembako kebanyakan mereka yang tergolong mampu. Karena girik itu kami bagikan kepada warga yang datang tahlilan semalam (1/2). Jadi tidak dipilih-pilih," terang Edy Woro Setyanto, pembantu rumah tangga Dalem Kalitan, di sela-sela pembagian sembako, seperti yang diberitakan my RM News Solo.

Nah, jadi pembagian sembako itu bukan kepada rakyat biasa yang miskin, lapar dan sengsara., namun kepada mereka yang tergolong mampu! Ini berarti kroni-kroni Soeharto yang menangisi kepergiannya dan tahlilan sampai 7 malam. Mereka mendapat sembako Rp. 75 ribu, kalau uang sebanyak itu dibelikan beras akan bisa dapat kira-kira 15 kilo!

Dengan demikian apakah keluarga Cendana itu bisa dikatakan telah mendermakan harta kekayaannya untuk orang miskin? Memperhatikan nasib bangsa yang kere dan sengsara? O, tidak sama sekali. Apa yang mereka lakukan itu, hanya ibarat menjatuhkan rimah-rimah makanan di bawah meja, dimana coro dan semut yang kelaparan berebutan untuk mendapatkannya. Apa yang dilakukannya itu hanyalah untuk menutupi, supaya orang tidak melihat lebih jauh, menyelidiki lebih jauh akan kekayaan dan harta keluarga Soeharto yang diperolehnya selama dia berkuasa. Supaya orang lupa akan uang puluhan ribu yang diuntil-until, dijadikan kembang untuk kado kroni-kroninya Soeharto ketika perkawinan cucunya! Begitulah "kebaikan" Soeharto dan keluarganya!

Begitu juga, ketika Soeharto sakit dan meninggal banyak tokoh, pemimpin Negara-negara tetangga yang datang menjenguk dan memberi rekomendasi akan jasa, kebaikan, kehebatan, dan hubungan erat mereka dengan Soeharto, namun menutupi kebejatan, kebrutalan dan kekejaman Soeharto dalam membunuhi bangsanya, menyiksa dan membunuh pelan-pelan Presiden pertama RI Bung Karno, setelah kedudukannya yang dengan licik dirampok oleh Soeharto.

Mengapa semua tokoh luar berdatangan ketika sakit dan meninggalnya Soeharto? Bukan saja dikarenakan untuk menjaga hubungan baik dengan Pemerintah Indonesia yang sekarang, yang secara berlebihan dan super istimewa melakukan perawatan dan melaksanakan penguburan Mantan Presiden Soeharto, tapi juga mengingat "kepentingan ekonomi", berhubung dengan adanya sebagian kecil harta kekayaan keluarga Soeharto, yang berada di negara mereka.

Dan catatan "Sebagian Kecil Harta Keluarga Soeharto di luar negeri" bersama ini saya turunkan, agar bisa diketahui oleh rakyat yang selama ini diperbodoh, diplaster matanya oleh Soeharto dan kroni-kroninya hingga tidak bisa "melihat". Dan juga buat mereka yang mengagungkan dan meng-anggap Soeharto banyak "jasanya", agar matanya juga bisa melek, bahwa mereka sebenarnya telah dikelabui oleh kepintaran dan kelicikan Soeharto!

Di bawah ini adalah daftar yang dikutip dari http://kontak.club.fr/index.htm, yang diperoleh dari sumber yang mengumpulkannya yaitu "http://www.hamline.edu/%20apakabar/index.html, sebagai berikut:

"Daftar ini baru meliputi sebagian kecil saja kekayaan keluarga besar Suharto berwujud rumah, kawasan perburuan, kapal layar mewah, serta perusahaan properti dan perusahaan tanker yang sebagian atau seluruhnya milik keluarga bekas kepala Negara, ketiga terkaya di dunia. Ini belum lagi saham mereka dalam puluhan perusahaan di luar negeri.


Di Britania Raya (UK)

Lima rumah seharga antara 1-2 juta Poundsterling (1 Poundsterling = Rp 18.000) di London, yang terdiri dari:
Rumah Sigit Harjojudanto di 8 Winington Road, East Finchley
Rumah Sigit Harjojudanto di Hyde Park Crescent
Rumah Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) di daerah Kensington
Rumah Siti Hediyati Haryanti (Titiek Prabowo) di belakang Kedubes AS di Grosvernor Square
Rumah Probosutedjo di 38A Putney Hill, Norfolk House, London SW.15/6 AQ : 3 lantai, dengan basement.
(sumber-sumber: Tiara , 5 Desember 1993: 35; Forum Keadilan , 1 Juni 1996: 47; Dewi , Juni 1996; Swa , 19 Juni - 9 Juli 1997: 85; Far Eastern Economic Review , 9 April 1998; mahasiswa Indonesia serta wartawan Inggris dan Indonesia di London dan Jakarta).


Di Amerika Serikat

Dua rumah Dandy N. Rukmana dan Dantu I. Rukmana (anak laki-laki dan anak perempuan Tutut) di Boston, dengan alamat:
60 Hubbard Road , Weston, Massachussets (MA) 02193 (sejak Juli 1995)
337 Bishops Forest Drive , Waltham , MA 02154 (sejak Februari 1992)
Dua rumah anak-anak Sudwikatmono di:
Hillcrest Drive , Beverly Hills , California ,
Doheney Drive , Beverly Hills , California
Rumah peristirahatan keluarga Suharto di Hawaii. (sumber-sumber: Eksekutif , Maret 1990: 133-134; Tiara , 5 Desember 1993: 35; Far Eastern Economic Review , 9 April 1998; Ottawa Citizen , 16 Mei 1998; hasil investigasi aktivis pro-demokrasi Indonesia di AS)


Di Daerah Laut Karibia

Rumah-rumah peristirahatan keluarga Suharto di Kepulauan Bermuda dan Cayman (sumber-sumber: Ottawa Citizen , 16 Mei 1998; Die Welt , 23 Mei 1998)


Di Suriname

Raden Notosoewito, adik tiri Suharto dari Desa Kemusuk, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta, adalah ketua Yayasan Kemusuk Somenggalan. Yayasan ini adalah pemegang saham PT Mitra Usaha Sejati Abadi (MUSA), holding company dari satu konglomerat yang punya berbagai bidang usaha di Indonesia (Solo, Yogya, Malang, DKI Jaya), Singapura, Hong Kong, dan Suriname.

Di negeri yang tersebut terakhir itu, Suriname, konglomerat ini pada tahun 1993 mendapat konsesi hutan seluas 150 ribu hektar di Distrik Apura, Suriname bagian Barat. Konsesi itu merupakan awal dari rencana MUSA untuk menanamkan modal sebesar US$ 1,5 milyar, sebagian besar untuk sektor kehutanan. Konsesi hutan ini, serta praktek MUSA Group untuk juga memborong kayu dari daerah di luar konsesinya sendiri, telah mendapatkan serangan dari gerakan lingkungan di mancanegara.

Selain dampak lingkungan dan budayanya yang sangat merusak bagi suku-suku Amerindian Maroon di Distrik Apura, yang juga jadi sorotan adalah bagaimana konsesi itu diperoleh berkat 'diplomasi tingkat tinggi' antara Suharto, sebagai Ketua Gerakan Non-Blok waktu itu, dengan para petinggi Suriname yang keturunan Jawa, khususnya Menteri Sosial Suriname, Willy Sumita. Diplomasi tingkat tinggi, di mana konon uang sogokan sebanyak US$ 9 juta berpindah ke tangan para politisi, dikenal di sana dengan istilah "The Indonesian Connection". Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh Yayasan Kemusuk Somenggalan, yang beroperasi di Paramaribo, Ibukota Suriname dengan bantuan Kedubes RI di sana, adalah menawarkan bantuan untuk renovasi Istana Presiden Suriname. Proyek itu ditawarkan untuk diborong oleh anak perusahaan MUSA sendiri. (sumber-sumber: Kompas , 15 Maret 1993, hal. 14 [iklan ucapan selamat atas terpilihnya Suharto dan Tri Sutrisno sebagai Presiden & Wk. Presiden RI]; EIA, 1996: 32; Skephi & IFAW, 1996; Friedland & Pura, 1996; Harrison, 1996; de Wet, 1996; Toni and Forest Monitor, 1997: 26-27, 29-30)


Di Aotearoa (New Zealand)

Kawasan wisata buru seluas 24,000 Ha bernama Lilybank Lodge di kaki Mount Cook dan di tepi Danau Tekapo di Southern Island bernilai NZ$ 6 juta (1 NZ$ = Rp 4000), yang dibeli lisensinya dari Pemerintah NZ oleh Tommy Suharto tahun 1992. (sumber: AFP , 20 Mei 1998; Australian Financial Review , 27 Mei 1998; hompage: www.lilybank.co.nz ; hasil investigasi lapangan G.J. Aditjondro ke Lilybank, bulan Februari 1998).


Di Australia

Kapal pesiar mewah (luxury cruiser ) milik Tommy Suharto seharga Aust$ 16 juta (1 Aust$ = Rp 5.000), yang diparkir di Cullen Bay Marina di Darwin. Merger antara perusahaan iklan ruang asal Melbourne, NLD, dengan kelompok Humpuss milik Tommy & Sigit, tahun 1997, berbarengan dengan pembelian saham perusahaan iklan ruang terbesar di Malaysia, BTABS (BT Advertising Billboard Systems), memberikan Tommy dan partner Australianya, Michael Nettlefold, konsesi atas billboards di sepanjang freeways di Negara Bagian Victoria, Australia, serta sepanjang jalan-jalan toll NLD-Humpuss di Malaysia, Filipina, Burma dan Cina.

Perjanjian persekutuan strategis (strategic alliance) antara Kelompok Sahid milik Keluarga Sukamdani Gitosarjono dengan Kemayan Hotels and Leisure Ltd., yang ditandatangani bulan Desember 1997, memungkinkan Sahid ikut memiliki 50 hotel milik Park Plaza International (Asia Pacific) di kawasan Asia-Pasifik serta 180 hotel Park Plaza di AS. Dengan demikian, 24 hotel milik kelompok Sahid di Indonesia dan Medinah, Arab Saudi, diganti namanya menjadi Sahid Park Plaza Hotel. Harap diingat bahwa Sukamdani Gitosardjono, sejak 28 Oktober 1968 menjabat sebagai Ketua Harian Yayasan Mangadeg Surakarta, yang didirikan dengan dalih membangun dan mengelola kuburan keluarga besar Suharto. Jadi tidak tertutup kemungkinan, bahwa ekspansi Kelompok Sahid ke Arab Saudi, AS, dan Asia-Pasifik melalui Kelompok Kemayan/Park Plaza ini, juga memperluas sumber pendapatan keluarga Suharto di berbagai negara itu. (sumber-sumber: Tempo , 3 Desember 1977: 8-9; Info Bisnis , Juli 1994: 9-23; Kontan , 10 Maret 1997; Australian Financial Review , 17 Desember 1997, 13 Maret 1998; Weekend Australian , 10-11 Agustus 1998; Sydney Morning Herald , 17 Agustus 1996, 11 Desember 1997, 6 April 1998; The Suburban , Darwin, 11 Juni 1998; Port Phillip/Caulfield Leader , 22 Juni 1998; sumber-sumber lain).


Di Singapura

Perusahaan tanker migas milik Bambang Trihatmodjo dkk, Osprey Maritime, yang total memiliki 30 tanker, dengan nilai total di atas US$ 1,5 milyar (US$ 1 = Rp 10.000). Sejak Juni 1996, dua tanker Osprey, yakni Osprey Alyra dan Osprey Altair, dikontrak oleh Saudi Basic Industrial Corporation untuk mengangkut minyak dan produk-produk petrokimia dari Arab Saudi ke mancanegara. Dengan akuisisi perusahaan tanker Norwegia yang terdaftar di Monaco, Gotaas-Larsen, oleh Osprey Maritime yang disepakati bulan Mei 1997, perusahaan milik Bambang Trihatmodjo ini menjadi salah satu maskapai pengangkut migas terbesar di Asia. (sumber-sumber: Economic & Business Review Indonesia , 5 Juni 1996; Asiaweek , 23 Mei 1997: 65; LNG Current News , 13 Februari 1998).

Perusahaan tanker migas milik Tommy & Sigit, Humpuss Sea Transport Pte. Ltd., adalah anak perusahaan PT Humpuss INtermoda Transport (HIT), yang pada gilirannya adalah bagian dari Humpuss Group. Tapi dengan berbasis di Singapura, perusahaan itu -- yang berpatungan dengan maskapai Jepang, Mitsui O.S.K. Lines -- dapat mengoperasikan ke-13 tanker migas dan LNGnya, lepas dari intervensi Pertamina pasca-Reformasi. Ini setelah berhasil menciptakan reputasi bagi dirinya sendiri berkat kontrak jangka panjangnya dengan Taiwan. Perusahaan Singapura ini pada gilirannya punya anak perusahaan yang berbasis di Panama, First Topaz Inc. (sumber-sumber: Swa , Mei 1991: 45-46; Prospek , 18 Januari 1992: 40-43;Info Bisnis , November 1994: 12; Jakarta Post , 20 November 1997).


Di Malaysia, Filipina, Burma, dan Cina

Di ke-4 negara Asia ini, Siti Hardiyanti Rukmana masih menguasai jalan-jalan tol sebagai berikut :
166,34 Km jalan toll antara Wuchuan - Suixi - Xuwen di Cina;
83 Km Metro Manila Skyway & Expressway di Luzon, Filipina;
22 Km jalan toll antara Ayer Hitam dan Yong Peng Timur, yang merupakan bagian dari jalan tol Proyek Lebuhraya Utara Selatan sepanjang 512 Km yang menghubungkan Singapura, Johor, sampai ke perbatasan Muangthai di Malaysia;
?? Km jalan toll patungan dengan Union of Myanmar Holding Co. di Burma. (sumber-sumber: Info Bisnis , Juni 1994: 11-12; Swa , 5-18 Juni 1997: 47; AP , 21 Februari 1997; Economic & Business Review Indonesia , 5 Maret 1997: 44). Sumber : http://www.hamline.edu/apakabar/index.html
dan http://kontak.club.fr/index.htm.

Itulah sekedar daftar "sebagian kecil" kekayaan keluarga Soeharto yang rasanya sangat perlu diketahui oleh rakyat (dan juga kroni-kroninya yang "nggak tahu" yang cuma meng-agungkan "jasa" Soeharto!). Jadi kalau ada yang bicara soal harta kekayaan mereka di luar negeri, maka hal itu bukanlah sekedar omongan ngawur! Begitulah keluarga Soeharto!

Nah, Soeharto "besar jasanya" kepada rakyat ataukah hanya kepada keluarga dan kroninya? Coba timbang sendiri!

Mereka telah mendapat "gajah" dari rakyat dan bumi Indonesia, namun mereka hanya memberikan kacang sebagai imbalannya! Begitulah jasa dan praktek Soeharto dan kroninya terhadap rakyat Indonesia!

Ada lagi "jasa" Soeharto yang tidak bisa dilupakan!. "Soeharto meninggalkan utang, bukannya Rp 1.500 triliun akan tetapi Rp 1.800 triliun! Tepatnya 800 miliar dolar AS.

Jika utang tersebut dibagi-bagikan kepada 200 juta penduduk Indonesia, maka setiap kepala dibebani utang Rp 9 juta!

Nah, siapa yang menyebabkan negara ini berutang begitu besar? Tidak lain tidak bukan adalah Soeharto, karena angka itu adalah posisi awal utang Indonesia saat Soeharto dilengserkan pada Mei 1998!

Saat Soeharto turun, akhirnya terungkap sebanyak 30% utang luar negeri itu atau sedikitnya Rp 540 triliun dikorupsi oleh Soeharto dan kroni-kroninya".

Nah kita bisa lihat bagaimana ‘moral" Soeharto, orang yang dianggap "bapak pembangunan". Hutang Negara yang mestinya digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan Negara, eeee....... taunya masuk kantongnya Soeharto dan kroninya! Lantas, kemudian rakyat yang mesti membayar kembali! Bapak pembangunan apaan seperti ini? Rakyat cuma dikelabui, membangun gedung pencakar langit, namun sekian persen untuk kantongnya Soehato! Inilah "jasa" Soeharto!

Tidak heran kalau pada zamannya Soeharto berkuasa, masih ada anak yang berusia 9 tahun tidak sekolah (film dokumen Riding The Tiger), dan masih ada anak yang dimasa kecilnya sering mengalami kehidupan sulit, bahkan acap kali hanya makan "ondo" (umbi beracun yang tumbuh liar di hutan) karena setiap tahun dilanda paceklik. Disaat memasuki usia sekolah, masuk sekolah dasar yang hanya berdinding bambu, meja bambu, berlantai tanah dan beratap rumbia. Ke sekolah tidak menggunakan alas kaki dan bila hujan menggunakan payung daun pisang. Begitulah "nasib" kanak-kanak dalam zaman pemerintahan Soeharto, sedang kroni-kroninya Soeharto hidup dalam kekayaan yang berlimpah dan berlebihan! Tidak heran kalau kemudian Indonesia dilanda kesengsaraan yang hebat, 100 juta anak bangsa menjadi miskin dan 13 juta kanak-kanak kekurangan makan! Begitulah "jasa" yang ditinggalkan Soeharto!Pepatah mengatakan, "gajah mati meninggalkan gading", tapi Soeharto mati meninggalkan hutang!

"Kini, setelah 10 tahun sejak diturunkan, (bahkan setelah matinyapun-pen), Soeharto, sebenarnya masih menyusahkan rakyat!. Setiap tahun, negara tetap membayar utang-utang tersebut. Data yang dilansir Bank Indonesia, posisi terakhir utang luar negeri kita adalah 176,55 miliar dolar AS atau Rp 1.589 triliun (kurs Rp 9.000 per dolar AS).

Mungkin, bahwa utang ini tidak berdampak langsung bagi anda. Tapi tahukah anda, lebih dari separuh APBN, dipakai hanya untuk membayar utang-utang tersebut plus bunganya. Artinya, anggaran yang semestinya dipergunakan untuk, misalnya, membangun jalan, memperbaiki gedung sekolah, dan segala fasilitas umum digerus habis oleh utang warisan Soeharto ini! (kutipan artikel dari Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI Effendi Choirie/http:kontak.club.fr/index.htm)

Supaya rakyat tahu dan melek, betapa "jasa besar" Jenderal Bintang Lima Soeharto dalam merusak ekonomi dan rakyat Indonesia! Nah, setelah rakyat tahu akan sebagian kecil "dosa besar" Jenderal Bintang Lima Soeharto yang mengibuli rakyat Indonesia itu, tentu rakyat akan heran, geleng-geleng kepala dan mengucap: "Masya Allah, Astaga, Busyet. Alaa mak...." ataupun mungkin bercarut-marut! Bagaimana dengan anda?

"Pak Harto memang orang besar. Tapi jangan lupa, kesalahannya juga besar!" ucap Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI Effendi Choirie ***

Australia, 7 Pebruari 2008