PRINCES INSURANCE WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Manfaat Asuransi Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES CELEBRITY WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Artis Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES HISTORY TOUR AND TRAVEL

Informasi Terpanas Tentang Perjalanan Wisata Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES LOVE GOD

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Rohani Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES ADVERTISING

Kesempatan Buat Anda yang ingin Memajukan Bisnis dengan Pasang Iklan Secara Gratis dan Dibaca diseluruh Dunia *** Read More ***

Translate this page to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Belajar jualan Emas dan Uang

Showing posts with label KPK. Show all posts
Showing posts with label KPK. Show all posts

Thursday, January 19, 2017

Babak Baru Dugaan Korupsi Dana Bansos Mpok Sylvi

Nazaret - Saat baca judul berita diatas, pikiran kita pasti mengarah ke dugaan korupsi pembangunan masjid Jakarta Pusat yang terjadi di masa kepemimpinan Walikota Syviana Murni (calon wakil gubernur pasangan Agus Yudhoyono alias AHY. Tapi bukan. Panggilan untuk Mpok Sylvi, sapaan populer Syviana Murni ini ternyata berkaitan dengan masalah lain. Masih seputar korupsi juga sih…mudah ditebak kan.

Bareskrim Polri telah menjadwalkan pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) untuk Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI tahun anggaran 2014-2015. Bareskrim pun telah melayangkan surat panggilan ke mantan wali kota Jakpus itu.  Surat panggilan Bareskrim bernomor 8/PK-86/I/2017/Tipidkor‎ bertanggal 18 Januari 2017.

Tampaknya episode baru dalam kehidupan Mpok Sylvi tidak hanya karena menjadi calon wakil gubernur DKI, tapi juga harus menerima kenyataan bahwa masa depan yang harus dilaluinya tidak akan semulus bayangannya selama ini. Beberapa bulan lalu impian indah untuk menjadi wakil gubernur DKI beserta fasilitas dan kemudahan berikut kekuasaan yang menyertainya telah tergambar indah di angan-angan, tapi gambaran indah itu seakan-akan mulai memudar bahkan sebelum mencapai hari pemilihan.



Suaminya tersandung kasus makar, meskipun baru sebatas saksi tapi tekanan hebat dalam keluarga tentu tidak ringan. Sanggahan dan kalimat manis meluncur dengan mengatasnamakan semua adalah cobaan dari Tuhan. Meskipun publik menanggapi dengan sinis ucapan tersebut Mpok Sylvi seolah tak peduli bahkan masih terus menyindir dan mencerca cagub lain. Mungkin bisa mengatakan wajar karena masa kampanye, tapi…..bila yang dikatakan benar dan jujur, bukan hanya sekedar pembodohan masyarakat.

Rasa pengar akibat suami dipanggil polisi untuk dimintai keterangan sehubungan dana yang dialirkan ke salah satu terduga pelaku makar belum hilang, ternyata Mpok Sylvi kembali dihantam dengan dugaan korupsi pembangunan masjid di masa dia menjabat sebagai walikota Jakarta Pusat. Wah, tentu Mpok Sylvi pusing kuadrat. Jenis pusing yang tidak bisa dihilangkan dengan minum Panadol 2 biji. Makan tidak enak, tidur pun tidak nyenyak, bahkan tiap kali mendengar sirine polisi saja rasanya jantung mau copot. Yah begitulah rasanya hidup saat berurusan dengan pihak berwajib.

Mpok Sylvi sebenarnya saat-saat ini sedang berfokus pada panggilan dari Bareskrim berkenaan dengan masalah pembangunan masjid, bahkan mungkin sudah menyiapkan data-data apabila tiba waktunya dipanggil oleh polisi untuk menjelaskan proses pembangunan masjid yang bermasalah tersebut. Tapi diluar dugaan, panggilan yang datang dari Bareskrim ternyata mengenai masalah lain yaitu masalah dugaan korupsi dana bansos.

Siapkah Mpok Sylvi menghadapi banyaknya masalah yang datang justru saat-saat mendekati hari pilkada yang hanya tersisa kurang dari sebulan? Dan bukan tuduhan main-main. Dengan adanya pemanggilan oleh polisi tersebut maka Mpok Sylvi akan disibukkan untuk wara-wiri memenuhi prosesnya. Dan tentu tidak bisa hanya sekali, bisa berkali-kali yang membutuhkan energi tidak sedikit. Kuatkah Mpok Sylvi? Tentu kita doakan agar kuat dan selalu sehat sehingga bisa memperjelas apakah dia bersalah ataukah tidak. Jangan sampai nanti waktu dipanggil bilang sakit, iya to?

Lalu apakah beberapa kasus yang sudah menghadang Mpok Sylvi akan serta merta menurunkan elektabilitas pasangan AHY – Mpok Sylvi? Belum bisa dipastikan. Tapi warga DKI yang waras tentu tidak mau kalau APBD yang notabene berasal dari mereka berpeluang besar akan bermasalah jika mereka memilih gubernur dan wakil gubernur yang diduga terkait dengan masalah korupsi. Kecuali warga tidak mempermasalahkan mengeluarkan uang 100 ribu rupiah untuk mendapatkan pensil seharga 5 ribu perak (kalau pake kasus masjid takut ntar dibilang penistaan jiahahaha….).

Wednesday, January 11, 2017

Akankah Wanita Cantik Calon Wakil Gubernur Ini Tersangkut Korupsi Pembangunan Masjid ???

Nasaret -  Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah.

Dia diperiksa untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi pada pengadaan masjid di Kantor Wali Kota Jakarta Pusat tahun anggaran 2010 dan 2011.

"Iya diperiksa," kata Waditipikor Kombes Erwanto Kurniadi saat dikonfirmasi , Jakarta, Rabu (11/1/17).

Masjid Al Fauz yang terletak di kantor Wali Kota Jakarta Pusat itu sendiri diresmikan pada era Fauzi Bowo yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 30 Januari 2011.

Masjid dua lantai itu dibangun menggunakan dana APBD 2010 sebesar Rp 27 miliar.

Bahkan, pembangunan masjid Al Fauz itu sudah dimulai sejak masa kepemimpinan Sylviana Murni selaku Wali Kota Jakarta Pusat.

Peletakan batu pertama dilakukan pada awal Juni 2010 dan pembangunan rampung akhir Desember 2010.

Saat itu, Sylviana masih menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Pusat hingga awal November 2010.

Sedangkan, Saefullah dilantik menggantikan Sylviana yang dipromosikan sebagai Asisten Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta pada 4 November 2010.

Erwanto mengakui pihaknya tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.

Namun, dia menolak membeberkan detail penyelidikan dari dugaan rasuah itu.

"Penyelidikan itu ada, soal masjid Wali Kota Jakpus. Tapi kalau penyelidikan kita enggak bisa kasih detailnya," pungkas dia.

Dari informasi yang dihimpun, selain Saefullah, penyidik juga berencana memanggil Sylviana untuk dimintai keterangan perihal kasus ini.

Apalagi, Sylviana merupakan pejabat Wali Kota yang mengeluarkan anggaran dan memulai pembangunan masjid tersebut.

Friday, December 30, 2016

DIN Beri Dukungan Moril Pada Bendahara MUI Yang Korupsi

Nazaret - KETUA Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin memberikan dukungan moril Bendahara MUI yang menjadi tersangka kasus suap Badan Keamanan Laut Fahmi Dharmawansyah, serta tersangka kasus korupsi lainnya yang juga mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman.

"Untuk memberikan dukungan moril agar Irman Gusman dan Fahmi sabar, tabah, dan tawakal menghadapi musibah ini. Tentu ketersangkaan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ini merupakan ujian dan cobaan. Ini saya akan datang ke sana untuk berikan dukungan moril dan doa," terang Din Syamsuddin saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/12).

Ia mengaku tidak mengetahui secara rinci perkara yang disangkakan kepada kedua orang yang sudah dianggapnya sebagai sahabat dan keluarga itu. Sepengetahuannya, Irman dijerat KPK karena diduga menerima uang suap Rp100 juta.

"Kalau pak Fahmi Darmawansyah, kebetulan, dia itu bagaikan adik saya. Justru ketika terjadi operasi tangkap tangan bersama anak buahnya, beliau bersama keluarga sedang berlibur di Eropa yang sedianya akan pulang 29 Desember, dan bahkan dengan niat baik datang ke KPK walaupun belum ada surat panggilan, tetapi hari itu juga dijadikan tersangka yang ditahan," paparnya.

Dia mengaku, Fahmi memutuskan mengambil tender proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla untuk kepentingan negara. Pasalnya, itu memerlukan modal besar dan telah melewati proses tender resmi.

"Pak Fahmi Darmawansyah sebagai pengusaha, pengusaha muslim berniat untuk membantu. Dan sudah banyak mengeluarkan dana walaupun anggaran untuk proyek itu belum turun seluruhnya tetapi beliau telah mengeluarkan dana yang banyak," jelasnya.

Ia mengaku Fahmi tidak mengurusi urusan secara rinci dan biasanya diserahkan kepada bawahannya, termasuk dalam proses tender yang berujung penangkapan oleh KPK.

"Saya tahu persis, beliau itu tidak mengurus rinci dan detail. Jadi ketika anak buahnya ketika mengajukan lewat WA (WhatsApp) dia tidak baca," katanya.

Bahkan, lanjut dia, Fahmi kerap mengeluarkan cek kosong dan anak buahnya yang mengisi nominal uang yang akan dicairkan. Namun, nasi sudah menjadi bubur, sehingga Din pun meminta Fahmi agar sabar menghadapi proses hukum yang tengah ditangani oleh KPK.

"Namun terjadilah yang telah terjadi, beliau dengan tegar akan menghadapi masalah hukum ini dan akan kita dorong. Tentu sebagai warga negara harus taat hukum tetapi penegakan hukum itu juga harus taat berkeadilan,"jelasnya.

Din mengaku akan siap membela pelaku suap yang sudah dianggap sebagai adiknya itu ketika terbukti benar. Pasalnya, sejauh ini Din percaya bahwa Fahmi yang juga menjabat sebagai Bendahara MUI itu telah melakukan bisnisnya dengan benar dan demi kepentingan negara.

"Maka saya akan membela kepada orang-orang yang saya yakini benar. Namun kalau dia salah, tentu tidak sepatutnya kita membela. Tapi sampai saat ini saya mengetahui begitu lah, Pak Fahmi Darmawansyah membantu negara menyelenggarakan proyek tapi ada mungkin kesalahan pada anak buah yang kemudian tertangkap seperti itu," tutupnya



Sumber  http://www.mediaindonesia.com/news/read/85070/din-beri-dukungan-moril-kepada-fahmi-dan-irman-untuk-hadapi-kasus-di-kpk/2016-12-29#sthash.1151yuBw.dpuf

Thursday, December 29, 2016

Dari Rumah Anggota DPR RI Fraksi PKS, KPK Sita 100 Juta dan US$ 5 Ribu

Nazaret - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan sejumlah uang dari kediaman Wakil Ketua Komisi V DPR , Yudi Widiana Adia.

Penyitaan dilakukan saat penyidik menggeledah rumah politikus PKS itu.

Jumlahnya uang yang disita sebesar Rp 100 juta dan US$ 5 ribu. Uang itu disita karena diduga berkaitan dengan penyidikan dugaan suap program aspirasi Komisi V yang direalisasikan ke proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Penyidik masih mendalami relasinya dengan perkara yang sedang ditangani terkait indikasi suap dalam kasus proyek di Kementerian PUPR ini," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/12/2016).

Febri tak pedulikan bantahan Yudi, bahwa uang Rp 100 juta yang disita penyidik merupakan hasil bisnisnya.

Yang jelas, kata Febri, penyidik tak mungkin menyita tanpa mengetahui detailnya, sehingga perlu dikonfirmasikan ke yang bersangkutan.

"Ini yang memang perlu kami lakukan proses lebih jauh, apakah ada pihak lain yang juga ikut menikmati dana (suap proyek jalan) tersebut atau tidak," ujar Febri.

Yudi hari ini diperiksa KPK sebagai saksi. Dia dikorek keterangannya untuk tersangka Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng.

Aseng dijerat sebagai tersangka lantaran diduga memberi hadiah kepada penyelenggara negara.

Tujuannya agar Aseng mendapat persetujuan anggaran proyek di Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR.

Namun, KPK tak merinci siapa pihak penyelenggara negara yang diberi suap oleh Aseng tersebut.

Oleh KPK, Aseng dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf A atau huruf B atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah? dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor).


sumber: liputan6.com

Thursday, December 22, 2016

Fahmi ( Bendahara MUI ) diminta Menyerahkan Diri Oleh KPK,

Nazaret - Tersangka korupsi proyek pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) belum semuanya tertangkap. Keberadaan Fahmi Darmawansyah sebagai penyuap hingga kini masih misterius. Dia diduga berada di luar negeri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memintanya menyerahkan diri.

Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan, Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) itu berada di luar negeri. Namun, dia belum bisa menyebutkan di negara mana Fahmi sekarang ini berada. "Kami belum mendapatkan informasi secara detail," terang dia saat ditemui di gedung KPK kemarin (16/12). Terkait dengan informasi bahwa Fahmi sedang berada di Jerman, Febri masih enggan menjelaskan.

Mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menyatakan, Fahmi berada di luar negeri dua hari sebelum dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta. Jadi, Fahmi tidak melarikan diri ke luar negeri setelah ditetapkan sebagai tersangka. Dia meminta agar pengusaha itu segera pulang ke tanah air.

Fahmi yang juga pemilik gedung Menara Saidah di Jalan MT Haryono Jakarta Timur itu bisa pulang sendiri sesuai dengan jadwal yang ia tetapkan. Hal itu akan lebih efektif dan efesien. Febri berharap, tersangka suap itu membantu penegakan hukum terhadap perkara korupsi yang berkaitan dengan uang negara itu. Fahmi dianggap mengetahui proses pengadaan alat monitoring satelit dan terlibat langsung dalam tindak pidana penyuapan terhadap pejabat Bakamla dalam memenangkan tender proyek.

Apakah KPK akan bekerjasama dengan Interpol untuk memulangkan Fahmi? Febri menyatakan, KPK belum ada rencana bekerjasama dengan Interpol. Lebih baik Fahmi pulang dan menyerahkan diri, sehingga komisi antirasuah tidak perlu menjemput paksa seperti yang dilakukan terhadap mantan Bendahara umum DPP Partai Demokrat Nazaruddin. Nazar pernah lari ke beberapa negara sebelum akhirnya berhasil ditangkap KPK. "Kami belum berencana untuk jemput paksa," tutur dia.

Jika dia mau bekerjasama dengan penegak hukum, maka proses selanjutnya juga akan semakin mudah. Dia berharap Fahmi dengan sadar diri datang ke kantor KPK. "Kami minta secepatnya untuk menyerahkan diri," tegas pria asal Padang, Sumatera Barat itu.

Saat ditanya terkait dugaan adanya oknum jenderal TNI yang sengaja menyembunyikan Fahmi, Febri menyatakan, pihaknya masih terus mendalami keterlibatan oknum militer, sehingga kasus itu bisa terang benerang.

Dugaan adanya keterlibatan oknum TNI dalam kasus suap di Bakamla dibenarkan oleh Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Wuryanto. Dia mengungkapkan bahwa oknum TNI yang dimaksud adalah seorang perwira tinggi di TNI AL berpangkat Laksamana Pertama (Laksma).“Namanya sebut saja Laksma BU, bintang satu di TNI AL,” ungkap Wuryanto saat dihubungi , kemarin.

Wuryanto menjelaskan bahwa dugaan keterlibatan Laksma BU di dalam kasus suap yang menyeret nama Eko Susilo Hadi selaku Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla tersebut tengah diproses di POM TNI. “Puspom TNI sudah siap. Begitu diserahkan pelimpahan itu akan langsung ditangani karena sudah ada instruksi langsung dari Panglima TNI kepada Danpuspom. Untuk menangani keterlibatan oknum TNI yang bertugas di Bakamla itu,” terang Wuryanto.

 Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) tersebut menyatakan bahwa peran Laksma BU dalam kasus tersebut belum diketahui dengan pasti. Namun, laporan adanya aliran dana terkait proyek pengadaan satelit pengawas di Bakamla yang masuk ke rekeningnya, menjadi bukti awal keterlibatannya dalam kasus yang kini ditangani KPK itu.

Terungkapnya keterlibatan oknum TNI dalam kasus suap atau korupsi disesalkan oleh Wuryanto. Pun demikian, Wuryanto menegaskan bahwa TNI tidak akan memberikan toleransi kepada anggota TNI yang dinyatakan terlibat dalam kasus suap atau korupsi.

TNI juga tidak akan segan memberikan hukuman yang maksimal kepada anggotanya yang terlibat dalam kasus korupsi, seperti yang dialami oleh Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Teddy Hernayadi, terpidana seumur hidup dalam kasus korupsi pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) di Kementerian Pertahanan (Kemhan). “Apalagi korupsi itu sudah menjadi musuh bersama bangsa Indonesia,” tandasnya.

Informasi yang dihimpun, dalam korupsi itu, Eko bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), sedangkan Laksma BU sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pada proyek pengadaan alat monitoring satelit. Eko dan Laksma BU yang aktif mengatur proyek, sehingga PT MTI bisa memenangkan tender. Mereka berdua yang menerima uang suap Rp 2 miliar itu.

Febri Diansyah menambahkan, KPK akan membahas proses penanganan perkara itu dengan TNI. Sebab, perkara itu berkaitan dengan dua pihak. Yaitu, sipil dan militer. Komisinya juga akan melakukan koordinasi dengan TNI saat penyidik melakukan pengeledahan. "Polisi militer siap membantu KPK dalam melakukan pengamanan dan pendampingan saat penyidik melakukan pengeledahan," terangnya.

Dalam melakukan pemeriksaan, penyidik bisa saja memeriksa prajurit TNI yang dianggap mengetahui proyek pengadaan alat monitoring satelit Bakamla. Namun, pemeriksaan itu tentu akan dikoordinasikan dengan TNI. "Kami belum bisa menyampaikan jadwal pemeriksaan," terang dia. Penyidik yang mengetahui siapa saja yang akan dimintai keterangan untuk memperdalam perkara tersebut.

Pada Rabu (14/12) lalu, KPK menangkap Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi yang juga sebagai pejabat Kejagung. Selain Eko, komisi antirasuah juga menangkap tiga orang lainnya. Yaitu, M Adami Okta, Hardy Stefanus, dan Danang Sri Radityo. Mereka ditangkap setelah melakukan transaksi penyuapan di kantor Bakamla Jalan Dr Seotomo, Jakarta Pusat. Dalam perkara tersebut, KPK menetapkan Eko, M Adami, dan Hardy sebagai tersangka. Sedangkan Danang masih berstatus sebagai saksi. Selain itu, KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah sebagai tersangka.

M Adami, Hardy dan Fahmi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan, Eko sebagai penerima disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, pengusaha itu memberikan uang kepada Eko, karena pejabat Kejagung itu telah membantu PT MTI memenagkan tender alat monitoring satelit senilai Rp 200 miliar itu. Fee yang dimintai Eko sekitar 7,5 persen atau senilai Rp 15 miliar. Namun yang baru diserahkan sebesar Rp 2 miliar. "Anggaran itu sangat penting, masuk di APBN-P, tapi tetap saja dikorupsi," terang Agus.

Sementara itu, kasus OTT Bakamla yang menyeret nama Fahmi Darmawansyah ikut direspon Majelis Ulama Indonesia. Pasalnya nama suami dari Inneke itu masuk dalam kepengurusan MUI periode 2015-2020. Fahmi duduk sebagai bendara bersama Yusuf Muhammad, Nadratuzzaman Hosen, Iing Solohin, dan Burhan Muhsin.

Ketua MUI Zainut Tahudin menuturkan bahwa Fahmi tidak pernah aktif. ’’Sejak ditetapkan sebagai pengurus MUI, dia tidak pernah mengikuti rapat sekalipun,’’ katanya kemarin. Dia memperkirakan Fahmi masuk jajaran MUI dari unsur ulama. Seingat Zainut, Fahmi masuk MUI dari rekomendasi salah satu ormas ke-Islaman.

Tuesday, December 13, 2016

Setya Novanto Diperiksa KPK 7,5 Jam, Terkait Kasus Korupsi E-KTP

Nazaret - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto, berjalan keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi setelah menjalani pemeriksaan selama tujuh setengah jam. Dia mulai diperiksa pada pukul 08.00 WIB, dan baru keluar pukul 15.30 WIB.

"Ya, ini saya diundang KPK sebagai saksi S (Sugiharto) dan Irman," kata Setya kepada awak media di gedung KPK, Selasa, 13 Desember 2016. Hari ini, Setya diperiksa terkait dengan kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan rela meninggalkan rapat paripurna demi menghadiri panggilan KPK hari ini. Menurut dia, sangat penting memberikan klarifikasi terhadap isu-isu yang beredar mengenai dirinya belakangan ini.

"Tentu ini saya terima kasih kepada KPK karena tadinya saya memang ada rapat paripurna, tapi karena ini sangat penting untuk bisa saya mengklarifikasi secara keseluruhan," ujar Setya.

Ketua Umum Partai Golkar itu enggan membeberkan pertanyaan apa yang diajukan penyidik kepadanya. Dia mengatakan ia telah menjawab dan menjelaskan semuanya kepada penyidik. "Substansinya silakan saja tanya kepada pemeriksa," kata dia.

Nama Setya menjadi tenar dalam kasus ini setelah dia disebut-sebut ikut menerima fee dari proyek senilai Rp 6 triliun. Bahkan, penelusuran majalah Tempo menyebut dia pernah meminta fee kepada bos PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos. PT Sandipala merupakan salah satu perusahaan yang terlibat dalam konsorsium e-KTP.

Ditanya soal ini, Setya membantahnya. Dia mengatakan telah mengklarifikasi semua tudingan itu kepada penyidik. "Alhamdulillah saya begitu bahagia dan senang, karena sudah bisa memberikan penjelasan dan mengklarifikasi secara keseluruhan," katanya.

Dalam perkara ini, penyidik KPK baru menetapkan dua tersangka. Keduanya adalah Irman, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri; serta Sugiharto, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Sugiharto juga merupakan pejabat pembuat komitmen proyek pengadaan e-KTP.

Keduanya diduga menyalahgunakan wewenang sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2 triliun.


Sumber : Tempo https://nasional.tempo.co/read/news/2016/12/13/063827516/kasus-korupsi-e-ktp-setya-novanto-diperiksa-kpk-7-5-jam

Thursday, December 8, 2016

Apakah Korupsi Dana Haji Tidak Termasuk Penistaan Agama?? Sudah ditetapkan Tersangka Tapi Juga Belum Dipenjara

Nazaret - Kemana MUI dan FPI dan HTI Kenapa tidak melakukan Demo Besar Besaran Pada saat Korupsi Dana Haji?? apakah itu Bukan Penistaan Agama, sehingga mereka tidak Gencar Berdemo??? Padahal Korupsi Tahun 2012 tapi Sidang Perdananya baru pada Bulan Januari 2016

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) telah menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan haji tahun anggaran 2012-2013. ( sudah Jadi Tersangka Tetap Bebas )

KPK menduga ada penyelewengan dana haji dengan nilai proyek mencapai Rp 1 triliun. Dalam kegiatan itu, diduga pembiayaannya tidak sesuai. Ongkos yang harus dibayarkan terlalu mahal.

"Katering, pemondokan, transportasi. Ada dana-dana yang dibayarkan tidak sesuai. Kemahalan," ujar Pimpinan KPK Zulkarnain, saat dihubungi wartawan, Kamis (22/5).

Atas perbuatan itu, SDA diduga melanggar Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999.

Pasal-pasal tersebut yakni perbuatan melawan hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, dan juga merugikan negara. SDA juga diduga menyalahgunakan kewenangan selaku Menteri Agama RI yang merugikan negara.

Suryadharma Ali bukan satu-satunya menteri agama yang dijerat kasus korupsi. Sebelumnya ada Said Agil Husin Al Munawar , menteri agama pada Kabinet Gotong Royong era Megawati Soekarnoputri .

Said menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dalam penggunaan Dana Abadi Umat dan Biaya Penyelenggaraan Haji. Dia diduga merugikan negara Rp 719 miliar.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 7 Februari 2006 menjatuhkan vonis lima tahun penjara pada Said Agil. Putusan ini diperberat Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi tujuh tahun penjara.

Akhirnya MA mengembalikan vonis sesuai dengan pengadilan negeri, kembali ke vonis lima tahun penjara.

Namun Said Agil tak lama dipenjara, sekitar pertengahan tahun 2008 dia sudah bebas bersyarat.

Selain terjerat kasus korupsi, menteri Said Agil juga dapat sorotan gara-gara membongkar situs Batu Tulis di Bogor untuk mencari harta karun.

Siapa yang Paling Menistakan Agama?? Kata kata menistakan Atau Perbuatan Korupsi ??

Nazaret - Hati saya berkecamuk setelah mengamati peristiwa "doa massal" yang diwarnai dengan yel-yel PENJARAKAN AHOK, dan yel-yel sektarian lainnya, dan kibaran bendera-bendera hitam sekilas dari jauh seperti bendera ISIS, Presiden sholat Jumat dan mendengarkan khotbah Rizieq kemudian naik panggung menyapa umat, jumlah umat yang luar biasa banyaknya, antara lega, bangga, heran dan bertanya-tanya: Apa Yang Dicapai Dari Usaha Yang Luar Biasa ini?

Yang tertangkap di benak saya yang awam ini adalah: 

1. Ternyata umat Islam kita sangat terorganisir dengan rapih dan damai kalau dikawal dengan baik dan agitator dikontrol. Ini modal sosial dan enerji luar biasa yang belum digali dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat, untuk memajukan Indonesia dan mengatasi segala masalah, terutama korupsi, satu-satunya masalah yang membuat Indonesia terpuruk diantara negara-negara dunia.

2. Presiden dan Wakil Presiden adalah orang-orang yang berani. Saya seorang yang sangat kritis terhadap mereka berdua, ternyata merasa sangat cemas dengan keselamatan mereka sewaktu sholat massal. Salut dan kagum Pak Presiden dan Wapres, Anda berdua adalah pemimpin sejati negeri ini.

3. Simbol negara ini ternyata berwibawa: Rizieq yang biasanya mulutnya seperti comberan, dimana kata-kata kotor seperti kutil babi dan kodok istana dipakai dalam khotbah-khotbahnya, kemarin agak sopan. Dia yang biasanya melakukan agitasi untuk mendukung khilafah Islam, kemarin bicara untuk menjaga perdamaian persatuan NKRI walaupun dengan nuansa sektarian. Jokowi JK hebat, saluut. Walaupun, begitu Presiden berbalik, belum turun panggung, langsung Rizieq orasi "TANGKAP AHOK" membuat perut kita mual. Haruskah Presiden menanggung hinaan seperti itu? Tapi Presiden cuek dan berjalan kembali ke istana. Saluut atas sikap dingin beliau. You are cool President.

4. Kejadian di panggung ini mengungkap siapa Rizieq sebenarnya, pengecut di depan orang yang dia sebut sebagai kutil babi dan kodok, hanya berani di belakangnya, dan dia kemarin adalah musang berbulu ayam di depan Presiden. Ternyata jelas, dia seorang pengecut.

5. Diplomasi Kapolri dan TNI yang memberikan madu dan racun pada saat bersamaan: madu dalam bentuk ijin berkumpul dengan syarat hanya berdoa, racun dalam bentuk ancaman dengan menangkapi orang-orang yg vokal berbicara menjatuhkan Presiden dan makar, sangat efektif menjinakkan agitator-agitator seperti Rizieq, Munarman, dan membuat Fadli Zon dan Fachry Hamzah tidak menghadiri doa massal ini. Ini pendekatan yang sangat canggih. Saluut.

6. Namun, saya terhenyak mendapati kenyataan bahwa fenomena seorang Ahok dipakai oleh berbagai pihak untuk menaikkan pamornya, bukan hanya Rizieq, penantang Ahok dalam Pilkada, bahkan oleh Kapolri, dengan membandingkan pemrosesan kasus tuduhan penistaan agama dengan tuduhan korupsi yang ditangani KPK. Buat apa Kapolri mengucapkan hal tersebut? Apakah beliau membutuhkan legitimasi, dukungan dan persetujuan dari Rizieq dan gerombolannya? Publik sangat mengapresiasi Kapolri, kenapa harus membandingkan dengan KPK? Walaupun sudah minta maaf katanya kepada KPK, hal ini sangat menjatuhkan wibawa beliau sebagai Kapolri yg mestinya netral dan berwibawa dihadapan gerombolan agitator.

Ahok dihujat tetapi juga dibutuhkan untuk menaikkan pamor.

Pada saat yang bersamaan, hati saya berontak dan bertanya-tanya:

1. Apa maslahat yang dicapai umat Islam dari dua kegiatan besar yang menghabiskan biaya puluhan milyar rupiah ? Rasa kepuasan membela agama? Apa yang diharapkan dari pemuasan ego itu? Kebanggaan? Siapa yang diuntungkan dari keberhasilan ini?

2. Betapa mudahnya umat Islam Indonesia digugah rasa kebanggaan terhadap agamanya dengan kata-kata penistaan agama. Kenapa umat Islam Indonesia tidak tergugah dengan korupsi yang memurukkan negeri ini? Bukankah korupsi lebih menistakan agama karena memiskinkan rakyat yang paling miskin? Kenapa tidak ada meme dan orasi untuk Bela Islam Dari Korupsi? Kenapa tidak ada ulama yang mengajak berjihad untuk memberantas korupsi dan secara terus menerus memberi semangat dan mengajak umat lewat khotbah berkobar-kobar di mesjid-mesjid?

3. Sesudah Presiden dan Wapres menghadiri sholat Jumat, apakah yang akan dilakukan pemerintah terhadap FPI dan HTI serta organisasi lain dan agitator-agitator yang sudah jelas-jelas terbukti menghina simbol negara dengan menyebut Kutil babi dan kodok istana, atau yang jelas-jelas mengajak orang membunuh Ahok atau yang jelas-jelas mendukung konsep khilafah Islam (makar) dan yang sudah terbukti melakukan dan sering melakukan main hakim sendiri ? Apakah akan tetap dibiarkan seperti sekarang atau akan didisiplinkan dan dihentikan sebelum membesar dan tidak terkontrol? Akankah hukum akan mencapai orang-orang yang mengorganisasikan massa untuk membela kepentingannya? Akankah hukum mencapai orang-orang yang berada di belakang layar?

4. Apakah Pemerintah akan mencegah dan menunjukkan tidak bisa ditekan untuk menegakkan keadilan dalam proses penanganan hukum tuduhan penistaan agama versi Rizieq berikutnya, yaitu memenjarakan dan menghukum Ahok? Sejauh ini, massa tidak berhasil menekan polisi untuk menangkap Ahok, sekarang bola panas ada di Kejaksaan Agung dan Jaksa Agung menerima tekanan dan dibully untuk menahan Ahok. Apakah pemerintah akan menjaga agar tidak ada tekanan di pengadilan untuk menghukum Ahok? Keadilan tidak bisa ditegakkan menurut versi kelompok tertentu dan melanggar rasa keadilan kelompok lain. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak sesuai dengan materi pembuktian di pengadilan. Kalau ini terjadi, maka keadilan di negeri ini akan hancur.

5. Apa langkah berikutnya bagi umat Islam Indonesia? Sangatlah sia-sia jika enerji dan biaya yang dikeluarkan untuk tuduhan penistaan ini tidak dikapitulasikan menjadi enerji dan kekuatan yang berguna bagi kemaslahatan umat, misalnya pemberantasan korupsi.

Saya sebagai umat Islam, meminta para ulama untuk mengobarkan jihad untuk melawan korupsi, karena saat ini tidak ada negara Islam atau negara yang rakyatnya mayoritas Islam berada pada level atas negara-negara yang bersih dari korupsi. Sebaliknya, negara-negara yg mayoritas rakyatnya beragama Islam berada di paling bawah peringkat korupsi dunia.

Semoga Allah SWT memberikan hidayahNya kepada ulama Indonesia untuk memimpin umat Islam Indonesia berjihad di bidang ini. Amiin ya Rabbal Alamin.

Emmy Hafild (fb)

Sumber http://www.healmagz.com/2016/12/tulisan-cerdas-wanita-ini-menohok.html?m=1#

Friday, April 1, 2016

Mohamad Sanusi Ditangkap KPK Mulutnya Busuk

Princes Indonesia - Inilah Kebusukan Sebagian Anggota DPR dari Partai Gerindra, Baru Beberapa Hari yang lalu menyerang Ahok dengan Kata kata yang gak bisa menjadi pemimpin yang baik yang Korupsilah, yang gak bisa jaga mulutlah dll , Ternyata dibalik itu semua sebenarnya Mohamad Sanusi yang Berhati Busuk di balik bicaranya yang Sok Suci..

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi ( Calon Gubernur DKI dari Partai Gerindra ) pernah berbicara mengenai tuduhan korupsi yang dilakukan politisi. Menurut Bendahara Umum DPD Gerindra DKI itu, koruptor merupakan oknum di partai politik.

"Jangan mencuci otak bahwa partai adalah bandit, korupsi. Itu bukan partainya, tapi oknum tertentu," kata Sanusi di Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (19/3/2016).

Saat itu Sanusi tengah menerangi perihal degradasi partai politik oleh sejumlah kalangan. Salah satunya bakal calon pemimpin daerah yang tidak melalui partai politik.

Menurut Sanusi, pemimpin daerah harus memiliki sifat kepemimpinan. Salah satunya yaitu tidak menjelekkan pihak lain.

"Jangan malah mendegradasi partai politik, itu namanya pembodohan kepada rakyat," kata Sanusi.

Jumat ini, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad membenarkan bahwa Sanusi ditangkap tangan KPK pada Kamis (31/3/2016) kemarin.

Dasco mengatakan, partainya masih menunggu keterangan resmi dari KPK terkait sejauh mana keterlibatan kadernya dalam tangkap tangan ini.

Friday, December 18, 2015

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkhawatirkan.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting, menilai, komposisi lima pimpinan terpilih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkhawatirkan.

Lima pimpinan terpilih itu adalah Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Laode Muhammad Syarif, dan Saut Situmorang.

"Komposisi pimpinan KPK yang terpilih mengkhawatirkan. Setidaknya bisa diukur lewat dua hal," ujar Miko saat dihubungi, Kamis (17/12).

Pertama, kata Miko, komitmen penguatan KPK oleh tiga dari lima pimpinan terpilih sejak awal menimbulkan keraguan. Mereka adalah Basaria, Alexander, dan Saut.

Basaria, kata Miko, menyatakan secara terbuka bahwa KPK cukup menjadi pusat pelaporan antikorupsi.

"Artinya, jika ada kasus korupsi, KPK melimpahkannya ke kepolisian dan kejaksaan," kata Miko.

Kemudian, Alexander dikenal kerap melontarkan dissenting opinion dalam putusan.

Dalam beberapa putusannya, kata Miko, Alexander membebaskan terdakwa korupsi tanpa argumentasi yang cukup kuat.

Pimpinan lainnya, Saut, dianggap tidak memiliki kompetensi dan pengalaman pada bidang korupsi.

"Dia diragukan kompetensi dan pengalamannya di bidang korupsi," kata Miko.

Miko mengatakan, seharusnya pemilihan pimpinan baru KPK dapat memberikan harapan baru terhadap penguatan KPK dan masa depan pemberantasan korupsi.

Namun, kata Miko, yang terjadi justru sebaliknya, mengkhawatirkan.

"Nama-nama yang memiliki rekam jejak panjang dalam kerja pemberantasan korupsi malah tidak dipilih oleh Komisi III," kata dia.

Oleh karena itu, ia menekankan, perlu adanya pengawasan dari publik dan internal KPK untuk mengawasi kinerja pimpinan baru.

"Pimpinan KPK harus berdiri di depan untuk mendukung penguatan KPK dan menolak pelemahan KPK," kata Miko.

Anggota Komisi III DPR melakukan voting setelah upaya musyawarah mufakat tidak tercapai. Voting diikuti oleh 54 anggota komisi bidang hukum itu dari lintas fraksi.

Lima calon terpilih adalah Agus Rahardjo (53 suara), Basaria Panjaitan (51 suara), Alexander Marwata (46 suara), Laode Muhammad Syarif (37 suara), dan Saut Situmorang (37 suara) sebagai pimpinan KPK periode 2015-2019.

Kemudian, dilakukan voting lagi dan Agus Rahardjo terpilih menjadi ketua.
Agus mengantongi 44 suara, mengungguli empat pimpinan terpilih KPK lainnya.


Berikut nama dan profil singkat para pimpinan KPK terpilih di DPR:


1. Agus Rahardjo (59 tahun)
  • Pendidikan terakhir:
  • S2 Manajemen dari Arthur D. Little Management Education Institute, AS
  • Pekerjaan terakhir: Kepala Lembaga Kebijakan Barang dan Jasa Pemerintah
Catatan:
- Dipertanyakan panitia seleksi soal kepemilikan tanah di banyak tempat.
- Tidak memperbarui Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara sejak 2012.

2. Alexander Marwata (48 tahun)
  • Pendidikan terakhir:
  • D-IV dari STAN Jakarta
  • Pekerjaan terakhir: Hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Catatan:
- Pernah menjadi auditor ahli BPKP (1989-2011)
- 10 kali dissenting opinion dalam perkara korupsi termasuk menyatakan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tidak terbukti korupsi.

3. Inspektur Jenderal (Pol.) Basaria Panjaitan (58 tahun)
  • Pendidikan terakhir:
  • Magister Hukum Ekonomi UI
  • Pekerjaan terakhir: Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Politik
Catatan:
- Polwan pertama berpangkat inspektur jenderal
- Pernah menjadi penyidik utama di Bareskrim Polri (2008)

4. Laode Muhammad Syarif (50 tahun)
  • Pendidikan terakhir
  • Doktor hukum lingkungan hidup internasional dari Universitas of Sydney
  • Pekerjaan terakhir:  Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar dan Senior Adviser Partnership for Governance Reform in Indonesia.
Catatan:
- Kerap memerikan pelatihan pada proyek antikorupsi Indonesia yang didanai USAID.

5. Thony Saut Situmorang (56 tahun)
  • Pendidikan terakhir:
  • Doktor Manajemen SDM dari Universitas Persada Indonesia
  • Pekerjaan terakhir: Staf Ahli Kepala BIN &  Dosen Kajian Strategik Intelijen Pascasarjana UI
Catatan:
- Menjabat sebagai Direktur PT Indonesia Cipta Investama.

Friday, April 10, 2015

Kadernya Ditangkap KPK, PDIP: Memang Sosok yang Buruk

JAKARTA--Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo mengatakan partainya siap memberi sanksi bagi kader yang terbukti tertangkap tangan sedang melakukan dugaan kasus suap.

Kadernya PDIP Ditangkap KPK



"Kita lihat dulu siapa dia, kasusnya apa. Kalau benar OTT (terkena operasi tangkap tangan) ya apa boleh buat, sudah memalukan Partai dan pasti ada sanksi," kata mantan Sekjen PDIP di Jakarta, Jumat.

Terkait penangkapan tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bali, Kamis (9/4), Tjahjo mengatakan pihaknya sedang memeriksa kebenaran kabar tersebut.

"Kami sedang cek kebenarannya, karena nama masih simpang siur, siapa dia, jabatannya apa, lalu dalam kasus apa. Kalau memang benar ada bukti-buktinya, silakan KPK menangkap dan memprosesnya, karena kalau OTT pasti harus sudah valid buktinya," ujar pria yang kini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri itu.

Seperti yang diberitakan, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, membenarkan pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap beberapa orang di Bali.

"Sementara ini, yang baru bisa disampaikan adalah benar pada Kamis (9/4) KPK telah melakukan penangkapan terhadap beberapa orang di Bali," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Jumat.

Namun, dia belum ingin menyampaikan secara rinci siapa orang yang ditangkap maupun dugaan kasus yang menjerat orang tersebut.

"Nanti keterangan lebih lengkap akan disampaikan melalui konferensi pers Jumat pagi,"


Kadernya Ditangkap KPK, PDIP: Memang Sosok yang Buruk

Politikus PDIP Perjuangan (PDIP), Eva Kusuma Sundari mengatakan kader yang tertangkap tangan oleh KPK merupakan sosok yang buruk. Melalui penulusuran informasi yang dilakukannya, kader tersebut memang sudah ada indikasi tindak pidana korupsi.

"Memang sosok yang buruk, dan sudah ada indikasi sebelumnya," ujar Eva saat dihubungi Republika, Jumat (10/4).

Dia mengatakan, PDIP siap memberikan sanksi tegas terhadap kader tersebut. PDIP siap memecat kader yang memang terbukti melakukan perbuatan yang mencoreng nama baik partai.

Dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kader PDIP tersebut sudah mencoreng nama baik partai. Apalagi, hal tersebut dilakukan saat PDIP sedang melaksanakan kongres di Bali.

Menurut Eva, kongres merupakan rapat tertinggi partai. Sikap yang ditunjukan oleh kader malah mencoreng kongres yang sakral bagi PDIP. Namun, Eva hingga kini masih enggan membeberkan siapa sosok kader yang ditangkap tersebut.

Namun, Eva menolak jika ada pihak yang menilai penangkapan kader tersebut ada kaitannya dengan kongres yang saat ini sedang dilakukan oleh PDIP di pulau dewata, Bai.

Eva menyerahkan segala penjelasan dan pokok perkara pada KPK. Menurut dia, KPK lebih berhak menjelaskan kronologis penangkapan

Monday, March 16, 2015

KPK lagi-lagi Kecewa

Princes.in : Wacana pemberian remisi untuk koruptor yang dilontarkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dianggap bertolak belakang dengan semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menanggapi pernyataan Menkumham, Wakil Ketua sementara KPK Johan Budi menyindir lembaganya sudah biasa dikecewakan.

KPK


"Dalam hidup ini biasalah kecewa," kata Johan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/3/2015).

Menurut dia, pemberian remisi untuk para terpidana kasus korupsi mengindahkan upaya KPK melakukan pemberantasan korupsi.

"Kami minta dan berharap agar tidak dipermudah, pemberian remisi diperketat. Ini bertabrakan dengan semangat pemberantasan korupsi, tetapi ini domain Menkumham," kata Johan.

Menurut Johan, pengetatan remisi bagi terpidana kasus luar biasa sangat memberikan efek jera. Oleh karena itu, Kementerian Hukum dan HAM diminta kembali mengkaji wacana pemberian remisi bagi koruptor itu.

Hak napi

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tidak sepakat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang pembatasan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi tindak pidana kejahatan luar biasa. Menurut dia, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus diberikan haknya untuk mendapat keringanan hukuman, seperti narapidana kasus lain.

"Ini menjadi sangat diskriminatif ada orang yang diberikan remisi, ada yang ditahan. Padahal, prinsip dasar pemberian remisi pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 itu hak. Jadi, napi punya hak remisi, punya hak pembebasan bersyarat, punya hak pendidikan untuk mendapat pelayanan. Hak itu ada," kata Yasonna, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/3/2015).

PP itu dinilainya justru menimbulkan diskriminasi dan bertentangan dengan undang-undang. Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan pelaku teror yang harus mendapat persetujuan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) apabila ingin mendapat remisi. Demikian juga terpidana korupsi dan narkoba yang harus mendapat pertimbangan dari penegak hukum. Syaratnya ialah harus menjadi whistleblower.

Menurut Yasonna, saat seseorang sudah menjalani hukuman pidana, itu menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM. Konsep penahanan yang dilakukan kementeriannya, kata Yasonna, adalah melakukan pembinaan, bukan pembalasan.

"Jadi, kalau sekarang orang sudah ditahan dan memperbaiki (diri) tidak ada gunanya apa-apa, kan diskriminatif," imbuh dia.


Syarat Pemberian Remisi (Pengurangan Masa Menjalani Hukuman)


I. Syarat Pemberian Remisi


Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (“PP 32/1999”), remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.


Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (“PP 99/2012”), setiap narapidana dan anak pidana berhak mendapatkan remisi. Mengenai pihak yang berhak memperoleh remisi dan jenis-jenis remisi dapat Anda baca lebih lanjut dalam artikel Bagaimana Prosedur Mengajukan Remisi?


Apakah narapidana harus membayar denda terlebih dahulu untuk mendapatkan remisi? Untuk menjawab ini, kita perlu mengacu pada syarat-syarat bagi narapidana dan anak pidana untuk memperoleh remisi yang terdapat dalam Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP 99/2012:


(2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang telah memenuhi syarat:
a.    berkelakuan baik; dan

b.    telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

(3) Persyaratan berkelakuan baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dibuktikan dengan:

a.    tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi; dan

b.    telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh LAPAS dengan predikat baik.”


Selain syarat-syarat yang terdapat pada Pasal 34 PP 99/2012, persyaratan lain juga terdapat dalam Pasal 34A ayat (1) PP 99/2012 yang berbunyi:


“Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:

a.    bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;

b.    telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan

c.    telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar:

1)    kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau

2)    tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme.”


Berdasarkan ketentuan di atas, terutama Pasal 34A ayat (1) huruf b PP 99/2012, khusus untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi, baru dapat diberikan remisi jika narapidana yang bersangkutan telah membayar denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. Jadi, persyaratan wajib telah membayar denda dan uang pengganti khusus ditujukan kepada pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi.

II. Syarat Pembebasan Bersyarat


Menurut Penjelasan Pasal 12 huruf k Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (“UU Pemasyarakatan”), Pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Penjelasan lebih lanjut mengenai pengajuan pembebasan bersyarat dapat Anda simak dalam artikel Syarat dan Prosedur Pengajuan Pembebasan Bersyarat.


Di dalam artikel tersebut, ada sejumlah persyaratan substantif dan administratif yang harus dipenuhi narapidana untuk mendapatkan pembebasan bersyarat yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Perlu Anda ketahui, dari beberapa persyaratan tersebut tidak disebutkan apakah narapidana wajib membayar denda terlebih dahulu untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Sepanjang ia memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, maka setiap narapidana dapat memperoleh pembebasan bersyarat.

Monday, February 16, 2015

BG menggugat Diterima Hakim

Pagi ini putus sudah Praperadilan BG karena Hakim sudah Menerima...

Hukum indonesia memang terkadang seperti dagelan, Terkadang manusia manusia yang menangani masalah hukum juga sudah keblinger dengan ekonomi yang morat marit karena Gaya Hidup mereka yang super Mewah. Sandal Jepit saja Hukumannya bertahun tahun, Tapi para Koruptor dihukum namun bisa jalan jalan bahkan berwisata....



Setelah diputuskan Gugagatan Praperadilan Budi Gunawan ( BG ) maka sudah semakin jelas Langkah JOKOWI untuk melantik KAPOLRI, itulah Politik terpanas dalam satu bulan ini... ya pastilah setiap keputusan tidak akan membuat semua orang bisa senang, jadi ayo kita semua harus bisa LEGOWO dengan semua keputusan Presiden yang kita cintai...

KPK ataupun POLRI memang masih banyak Oknum manusia manusia yang merasa Suci berlindung didalamnya, dengan dalih hukum dan hukum mereka memanfaatkan kepentingan pribadi dengan  mengatasnamakan Hukum...

Sementara ini dengan Keputusan Hakim yan sudah menerima Gugatan BG maka tentunya para pendukung Samad akan sangat kecewa, Nah jika memang Kecewa maka sebaiknya KPK harus intropeksi diri jika memang mau menetapkan bahwa orang itu bersalah harus sudah benar benar mempunyai bukti yang kuat, biar gak asal asalan....

Kita semua mendukung pada Institusi Penegak Hukum, saya Mencintai dan sangat mendukung POLRI dan KPK, tapi saya tidak mendukung SAMAD ataupun BUDI GUNAWAN, nah hendaklah baik yang saat ini pada orasi mendukung KPK ataupun mendukung POLRI itu benar benar bukan mendukung OKNUM nya. karena OKNUMnya itu belum tentu SUCI dan Jujur....

OKE Kita semua Harus Berjiwa Besar dalam Menerima Keputusan Hakim di pagi Ini..
Semoga Kedamaian tercipta di Negeri Tercinta... INDONESIA

Thursday, February 5, 2015

Orang Jujur Selalu Jadi Batu Sandungan !!!!!! Why.......??????

Sebenarnya hidup menjadi orang yang jujur itu benar benar sangat sulit, apalagi orang jujur yang menjadi pemimpin, wow.... pasti akan selalu jadi target penghancuran oleh para penipu yang selalu berpura pura menjadi orang pintar dan sudah keblinger oleh harta dan kekayaan, itulah sepenggal keadaan tanah air kita yang katanya semua orang Indonesia sangat mencintainya.... qi qi qi........

princes


Polemik Terpanas di indonesia saat ini terjadi dalam pertarungan antara KPK dan POLRI, yang sebenarnya kita semua sudah pada tau yaitu sebagai payung Hukum Negara Kesatuan Republik, Polemik ini membawa dampak Politik yang sangat mengguncang dunia, bukan hanya di Indonesia, Akan tetapi Buat saya semua itu biarlah Terjadi dan saya sangat senang karena kebusukan orang orang yang selalu mengclaim dirinya Suci dan Pandai dalam Hukum yang benar benar menguasai hukum Justru yang pada melanggar Hukum itu Sendiri..... he he he

Nah Saat ini semua orang  Indonesia yang selama ini sudah merasa nyaman dengan Harta dan kedudukannya  lagi pada di pusingkan Oleh dua Orang Tokoh yang selama ini selalu dianggap Remeh, Kedua Tokoh Itu kita semua sudah pada tau yaitu JOKOWI dan AHOK.

AHOK selalu di Goyang ditingkat Propinsi DKI dan JOKOWI digoyang diseluruh INDONESIA dan DUNIA..... qi qi qi.... Ketenaran JOKOWI AHOK semakin naik diseluruh Dunia, ya... orang orang yang selalu merasa SUCI dan Mengerti HUKUM sudah pada mulai ketakutan Khususnya INDONESIA.

Polemik Antara POLRI dan KPK Sebenarnya bikin ketawa kedua TOKOH ( Jokowi Ahok ), kenapa mereka ketawa, karena memang hal inilah yang sudah mereka rencanakan Sejak mereka berdua menjadi pasangan (Gubernur/Wakil di DKI JAKARTA) Inilah Trik Politik JOKOWI AHOK dalam  upaya Membersihkan Para Orang SUCI dan PINTAR serta katanya pada MENGERTI HUKUM......

Kebanyakan Orang Indonesia bilang ini suatu kesalahan JOKOWI yang mengajukan Calon Kapolri Tunggal, Mereka pada bilang Calon Kapolri Cacat Hukum, qi qi qi hayo pada mau bilang apa lagi... Karena JOKOWI tau benar keadaan situasi para penegak hukum maka hanya dengan cara seperti inilah yang harus JOKOWI lakukan agar mereka yang SOK SUCI, SOK PINTAR, SOK MENGERTI HUKUM itu Sadar dan benar benar bisa di adili, Coba kita bayangkan jika JOKOWI tidak mengajukan BUDI GUNAWAN, maka POLRI dan KPK masih di isi oleh orang orang yang merasa SUCI...... dan Kasus POLRI vs KPK ( oknumnya ya bukan lembaganya ) itu tidak akan terjadi....

Strategi POLITIK JOKOWI AHOK dalam membabat HABIS para orang yang SOK SUCI, SOK PINTAR, SOK MENGERTI HUKUM benar benar sangat jitu dan kita semua bisa belajar dari kedua TOKOH PEMIMPIN INI........

GOOD LUCK

Friday, January 9, 2015

KPK Akan Kawal Serius Penyenggaraan Pilkada 2015



kpk

JAKARTA,
Komisi Pemberantasan Korupsi memprediksi pada tahun 2015, isu politik masih menjadi sorotan KPK. Meski Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang mengenai Pemilihan Kepala Daerah belum diputus di Mahkamah Konstitusi dan pelaksanaan Pilkada belum ditentukan, KPK telah bersiaga untuk mengawal penyelenggaraan Pilkada agar bersih dan bebas politik uang.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, ada sejumlah indikator yang menguatkan prediksi KPK bahwa tahun ini masih didominasi oleh politik dan berpotensi munculnya politik uang.

"Pemilihan kepala daerah, sesuai rencana kalau belum diubah, 2015 secara serentak. Kalau itu terjadi, dalam konteks KPK maka seluruh proses penyelenggaraannya butuh kapitalisasi uang yang luar biasa dahsyat," ujar Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/1/2015).

Jika Pilkada tidak dikelola dengan baik, kata Bambang, akan muncul berbagai permasalahan korupsi. Apalagi, lanjut dia, masih terlihat jelas gesekan dua koalisi di parlemen, Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih.

"Yang mengerikan kalau Pilkada tidak langsung sementara tensi antara dua koalisi itu masih terjadi, jadi bisa mendorong potensi korupsi yang luar biasa," kata Bambang.


Menurut Bambang, gejolak politik tersebut tidak hanya berdampak pada potensi korupsi, namun juga memunculkan gesekan sosial di masyarakat. "Jadi KPK harus meminimilisasi segregasi yang harus dilakukan jadi kita bikin kajian apa programnya, bagaimana di daerah," ujar dia.